MENUNDA IBADAH HAJI
Bagaimana hukum menunda-nunda haji padahal ia sudah mampu hingga akhirnya ia tidak mampu lagi?
Menunda haji pada dasarnya adalah boleh, namun apabila menundanya sampai tidak mampu lagi hukumnya berdosa dan fasiq.
(وَالتَّهَاوُنُ) أَيْ عَدَمُ اْلإِسْتِعْجَالِ (بِالْحَجِّ بَعْدَ اْلإِسْتِطَاعَةِ إِلَى أَنْ يَمُوْتَ) لأَنَّ وَقْتَهُ الْعُمْرُ فَإِذَا مَاتَ بَعْدَ اْلإِسْتِطَاعَةِ تَبَيَّنَ الْعِصْيَانُ مِنْ آخِرِ سِنِي اْلإِمْكَانِ لأَنَّهُ قَدْ أَخَّرَهُ وَأَخْرَجَهُ عَنْ وَقْتِهِ. [مرقاة صعود التصديق فى شرح سلم التوفيق 82]
“Termasuk maksiat badan adalah menganggap enteng, yakni tidak segera melaksanakan ibadah haji ketika sudah mampu hingga ia meninggal (karena waktunya seumur hidup). Maka ketika ia meninggal sesudah mampu jelaslah termasuk maksiat sejak akhir tahun mampunya karena penundaannya sehingga habislah waktunya”. (Mirqah Shu’ud al-Tashdiq fi Syarh Sullam al-Taufiq 82).
(مَسْأَلَةٌ) يَجِبُ الْحَجُّ عَلَى التَّرَاخِيْ إِنْ لَمْ يَخَفِ الْعَضْبَ أَوْ الْمَوْتَ أَوْ تَلَفَ الْمَالِ فَمَتَى أَخَّرَهُ مَعَ اْلاِسْتِطَاعَةِ حَتَّى عَضُبَ أَوْ مَاتَ تَبَيَّنَ فِسْقُهُ مِنْ وَقْتِ خُرُوْجِ قَافِلَةِ بَلَدٍ مِنْ آخِرِ سِنِي اْلأِمْكَانِ. [بغية المسترشدين 115].
“(Masalah) Kewajiban haji itu tidak harus segera dilak-sanakan apabila tidak khawatir akan lumpuh, mati atau
hartanya habis. Maka ketika seseorang menundanya pada-hal sudah mampu hingga akhirnya lumpuh atau mati maka jelaslah kefasiqannya dari masa keberangkatan kafilah negaranya pada akhir tahun mampunya”. (Bughyah al-Mustarsyidin 115).
0 comments:
Post a Comment