Sebagaimana yang terjadi di sebagian masyarakat, mereka memperbarui pernikahannya dengan akad lagi. Bagaimana hukumnya terhadap hak talak dan maharnya?
Tajdidun nikah (memperbarui nikah) hukumnya boleh dan tidaklah mempengaruhi hak talak. Sedangkan maharnya, ia tidak wajib membayar lagi.
إِنَّ مُجَرَّدَ مُوَافَقَةِ الزَّوْجِ عَلَى عَقْدٍ ثَانٍ لاَ يَكُوْنُ اعْتِرَافًابِانْقِضَاءِ الْعِصْمَةِ بَلْ وَلاَ كِنَايَةً فِيْهِ وَهُوَ ظاَهِرٌ إلى أن قال وَمَا هُنَا فِيْ مُجَرَّدِ طَلَبٍ مِنَ الزَّوْجِ لِتَجَمُّلٍ اَوْ احْتِيَاطٍ
[تحفة المحتاج 7/291]
“Pada dasarnya persetujuan suami terhadap akad kedua tidaklah berarti pengakuan terputusnya tali pernikahan, bahkan juga tidak kinayah (kiasan). Hal ini sudah jelas. Pada dasarnya memperbaharui nikah yang diizinkan oleh suami itu hanyalah untuk memperindah dan kehati-hatian.” (Tuhfah al-Muhtaj VII/391)
فَإِنْ تَكَرَّرَ لَزِمَهُ مَا وَقَعَ الْعَقْدُ اْلأَوَّلُ عَلَيْهِ قَلَّ أَوْ كَثُرَ اتَّحَدَتْ شُهُوْدُ الْعَلاَنِيَةِ وَالسِّرِّ أَمْ لاَ وَذَلِكَ لأَنَّ الْعِبْرَةَ بِالْعَقْدِ اْلأَوَّلِ وَأَمَّا الثَّانِيْ فَهُوَ لاَغٍ لاَ عِبْرَةَ بِهِ [إعانة الطالبين 3/350].
“Bilamana berulang-ulang akad nikah seseorang maka kewajiban mahar hanyalah pada akad pertama, baik sedikit ataupun banyak, baik ketika akad terang-terangan atau sirri, saksinya jadi satu atau tidak. Hal tersebut karena yang dianggap adalah akad nikah yang pertama, sedang yang kedua sia-sia, tidak diperhitungkan”. (I’anah al-Thalibin III/350).
0 comments:
Post a Comment