Fu’ad mempunyai anak bernama Syakir menikah dengan Katun yang juga mempunyai anak bernama Laila. Suatu ketika Laila dijodohkan dengan Syakir. Zaid mempunyai anak bernama Faruq dan Ulfa mempunyai anak bernama Dina. Kemudian Zaid menikah dengan Dina dan Faruq menikah dengan Ulfa.
Bagaimana hukum pernikahan tersebut ?
Pernikahan dalam kedua kasus di atas hukumnya sah.
وَلاَ تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ اْلأُمِّ [هامش بجيرمي على الخطيب 3/360]
“Tidak haram menikahi anak perempuan dari suami ibunya.” (Hamisy Bujairami ‘ala al-Khatib III/360).
(قَوْلُهُ وَلاَ تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ اْلأُمِّ) أَيْ عَلَى ابْنِ الزَّوْجَةِ [إعانة الطالبين 3/292]
“Kalimat ‘tidak haram menikahi anak perempuan dari suami ibunya’ artinya bagi anak laki-laki dari isteri.” (I’anah al-Thalibin III/292)
(قَوْلُهُ وَلاَ أُمُّ زَوْجةِ اْلأَبِ الخ) وَلَوْ تَزَوَّجَ رَجُلٌ بِنْتًا وَابْنُهُ بِامْرَأَةٍ هِيَ أُمٌّ لِلْبِنْتِ الْمَذْكُوْرَةِ صَحَّ نِكَاحُ كُلٍّ مِنْهُمَا لانْتِفَاءِ أَسْبَابِ التَّحْرِيْمِ وَهِيَ الْقَرَابَةُ وَالرَّضَاعُ وَالْمُصَاهَرَةُ [بجيرمي على الخطيب 3/360]
“Kalimat ‘tidak haram menikahi ibu dari isterinya bapak dst.’ Andaikan seorang pria menikah dengan seorang anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang pria tersebut menikah dengan seorang wanita yang menjadi ibunya anak perempuan yang dinikahi oleh pria tersebut, maka masing-masing pernikahannya adalah sah karena tidak adanya sebab yang menjadikan mahram, yaitu kerabat, persusuan dan persambungan keluarga.” ( Bujairami ‘ala al-Khatib III/360 )