Rasulullah SAW dan Pengemis Yahudi Buta

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah y melakukannya hingga menjelang Beliau y wafat. Setelah  Rasulullah SAW wafat tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah y selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.
Keesokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah y. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

Ya Allah Semoga sholawat dan salam tetap tercurah kepada beliau Muhammad Rasulullah y , kepada keluarganya dan para sahabatnya, Amiin.

Sumber : http://azharjaafar.blogspot.com

[+/-] Selengkapnya...

Sifat-sifat Rasulullah SAW

Fizikal Nabi

Telah diriwayatkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku bertanya pada pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai menceritakan sifat-sifat, perilaku serta akhlaq Baginda Muhammad Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:  Rasulullah SAW itu adalah seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnama, tingginya sedang tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bergabung, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulai salam kepada siapa yang ditemuinya.


Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya! Jawab pamanku: Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berpikir, tidak pernah beristirahat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.
Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah karena sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan tertawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda tertawa, baginda tertawa seperti embun yang dingin.
Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.


Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab barang siapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.
Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.


Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pemah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budi pekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.


Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.
(Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275)

Sumber: http://azharjaafar.blogspot.com

[+/-] Selengkapnya...

Sholawat menghapus dosa

fadhilah , khasiat dan barokah sholawat ini adalah :

Sholawat dari Rasulallah saw, di bawah ini mengandung faidah yang luar biasa, yaitu barang siapa yang membaca sholawat ini diwaktu sesudah Asar di hari Jum’at sebanyak 80 kali, maka akan diampuni dosanya yang dilakukan selama 80 tahun. Ini shalawatnya :

اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِيِّ

ALLAAHUMMA SHOLLI 'ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN 'ABDIKA WANABIYYIKA WARASUULIKAN NABIIYYIL UMMIYYI

 

Artinya :

“ Ya Allah limpahkanlah rahmat pada sayidina Muhammad seorang hamba,  Nabi dan utusan- Mu yang ummi “.

[+/-] Selengkapnya...

Sholawat memohon rizqi yang luas dan akhlaq yang baik

Fadhilah khasiat dan barokah sholawat Tausi'ul arzaqwatahsiul akhlaq.

Sholawat ini dinamakan sholawat tausi’ul arzaaq dan tahsinul akhlak,  (mohon riqzi yang luas dan akhlaq yang baik) adapun fadilah dan khasiatnya, jika shalawat ini dibaca secara rutin & istiqomah, niscaya akan diluaskan rizkinya dan diberi akhlak yang baik. Cara mengamalkannya adalah dibaca setiap selesai shalat fardhu sebanyak 11 (sebelas ) kali Ini sholawatnya :

اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُوَسِّعُ بِهَا عَلَيْنَا اْلاَرْزَاقَ وَتُحَسِّنُ بِهَا لَنَا

اْلاَخْلاَقَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

ALLAHUMMA SHOLLI 'ALAA SAYYIDINA MUHAMMADIN SHOLAATAN TUWASSI'UBIHAA 'ALAINAL ARZAAQA WA TUHASSINU BIHAA LANAL AKHLAAQA WA'ALAA AALIHI WASHAHBIHI WASALLIM

Artinya :

“ Ya Allah limpahkanlah kesejahteraan pada Penghulu kami Nabi Muhammad dengan shalawat yang dapat melapangkan rizki bagi kami, dan menjadikan baiknya akhlak kami, dan curahkan pula kesejahteraan atas keluarga dan sahabat-sahabatnya serta berikanlah keselamatan “.

[+/-] Selengkapnya...

Takjil fitrah di rantau

TAKJIL FITRAH DI RANTAU

Seseorang di rantau sebelum pulang kampung telah takjil mengeluarkan zakat fitrah , kemudian ia sudah tiba di rumah sebelum matahari terbenam saat malam lebaran. Cukupkah zakat fitrah yg telah dikeluarkan tempo hari ?

Zakat fitrah tempo hari tidaklah cukup tapi ia harus mengeluarkan lagi.

(مَسْئَلَةٌ) تَجِبُ زَكَاةُ الْفِطْرِ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِيْ كَانَ الشَّخْصُ فِيْهِ عِنْدَ الْغُرُوْبِ فَيَصْرِفُهَا لِمَنْ كَانَ هُنَاكَ مِنَ الْمُسْتَحِقِّيْنَ

وَإِلاَّ نَقَلَهَا إِلَى أَقْرَبِ مَوْضِعٍ إِلىَ ذَلِكَ الْمَكَانِ وَلاَ يُجْزِئُهُ الْمُعَجَّلُ لَوْ كَانَ قَدْ عَجَّلَهَا وَالْحَالَةُ هَذِهِ بَلْ يُخْرِجُ ثَانِيًا. نَعَمْ لَوْ كَانَ حِيْنَ الْغُرُوْبِ بِمَوْضِعٍ لاَ فُقَرَاءَ فِيْهِ وَكَانَ الْمَكَانُ الْمُعَجَّلَةُ هِيَ فِيْهِ أَقْرَبَ الْمَوَاضِعِ إِلَيْهِ أَجْزَأَهُ حِيْنَئِذٍ [غاية تلخيص المراد 113]

“Wajib mengeluarkan zakat fitrah di tempat seseorang ketika matahari terbenam ia berada, kemudian di berikan pada orang–orang yang berhak di tempat tersebut. Tidaklah cukup zakat yang ditakjil andaikan ia telah mentakjilnya dan memang demikian inilah, tetapi ia harus mengeluarkan yang kedua kalinya. Benar demikian, andaikata seseorang ketika matahari terbenam berada ditempat yang tidak ada orang-orang fakir sama sekali dan tempat yang ia keluarkan zakat fitrah dengan takjil merupakan tempat yang paling dekat bagi dirinya, maka yang demikian sudah mencukupi.” (Talkhish al-Murad 113)

[+/-] Selengkapnya...

Zakat untuk lembaga sosial

ZAKAT UNTUK LEMBAGA SOSIAL

Bagaimana hukum memberi zakat pada masjid, madrasah, yayasan sosial dsb ?

Memberikan zakat sebagaimana di atas hukumnya tidak boleh, menurut jumhur ulama.

(مَسْئَلَةٌ) لاَ يَسْتَحِقُّ الْمَسْجِدُ شَيْئًا مِنَ الزَّكَاةِ مُطْلَقًا إِذْ لاَ

يَجُوْزُ صَرْفُهَا إِلاَّ لِحُرٍّ مُسْلِمٍ [بغية المسترشدين 106]

“Masjid mutlak tidak berhak menerima zakat sama sekali, sebab zakat tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada orang merdeka yang beragama Islam.” (Bughyah al-Mustarsyidin 106).

اِتَّفَقَ اْلأَئِمَّةُ اْلأَرْبَعَةُ عَلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ إِخْرَاجُ الزَّكَاةِ لِبِنَاءِ مَسْجِدٍ أَوْ تَكْفِيْنِ مَيِّتٍ [الميزان الكبرى 2/13]

“Imam empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali ) sepakat bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat untuk membangun masjid atau mengurus orang mati.” (Al-Mizan al-Kubra II/13)

[+/-] Selengkapnya...

Fakir tidak shalat menerima zakat

FAKIR TIDAK SHALAT MENERIMA ZAKAT

Seorang fakir mengaku beragama Islam tapi tidak mengerjakan shalat. Bolehkah ia diberi zakat?

Apabila sejak umur baligh orang tersebut belum pernah mengerjakan shalat maka tidak boleh diberi zakat, dan

apabila sesudah baligh sudah pernah mengerjakan shalat kemudian meninggalkannya, maka boleh diberi zakat.

قَالَ اْلإِمَامُ النَّوَوِيّ: مَنْ بَلَغَ تَارِكًا لِلصَّلاَةِ وَاسْتَمَرَّ عَلَيْهِ لَمْ يَجُزْ إِعْطَاؤُهُ الزَّكَاةَ إِذْ هُوَ سَفِيْهٌ بَلْ يُعْطَى وَلِيُّهُ لَهُ بِخِلاَفِ مَا لَوْ بَلَغَ مُصَلِّيًا رَشِيْدًا ثُمَّ طَرَأَ تَرْكُ الصَّلاَةِ وَلَمْ يُحْجَرْ عَلَيْهِ فَيَصِحُّ قَبْضُهُ بِنَفْسِهِ كَمَا تَصِحُّ تَصَرُّفَاتُهُ اهر[بغية المسترشدين 106]

“Imam Nawawi berkata: “Barang siapa telah baligh dan selalu meninggalkan shalat, maka tidak boleh memberikan zakat padanya, karena dia safih (bodoh), tapi diberikan kepada walinya. Berbeda apabila dia baligh pintar dan mengerjakan shalat, kemudian dia meninggalkan shalat dan tidak dicegah tasharrufnya, maka dia boleh menerima sendiri, sebagaimana sah tasharrufnya.” (Bughyah al-Mustarsyidin 106).

[+/-] Selengkapnya...