PEMODAL SEKALIGUS PEMBELI
Seseorang memberi pinjaman modal kepada peternak ayam dengan syarat hasil ternaknya harus dijual kepada pemberi pinjaman dengan harga di bawah standar. Bagaimana hukumnya ?
Bilamana persyaratan tadi disebut pada waktu akad maka hukumnya haram dan bilaman tidak disebut pada waktu akad, dikalangan ulama, terdapat tiga pendapat yaitu haram, halal dan syubhat. Yang lebih berhati-hati adalah haram.
اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِيْ هَذِهِ الْمَسْئَلَةِ عَلَى ثَلاَثَةِ أَقْوَالٍ : قِيْلَ إِنّهُ حَرَامٌ لأَنَّهُ دَاخِلٌ فِيْ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا، وَقِيْلَ إِنَّهُ حَلاَلٌ لِعَدَمِ الشَّرْطِ فِيْ صُلْبِ الْعَقْدِ أَوْ فِيْ مَجْلِسِ الْخِيَارِ وَالْعَادَةُ الْمُطَّرِدَةُ لاَ يَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الشَّرْطِ عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ، وَقِيْلَ شبُهْةٌَ لاخْتِلاَفِ الْعُلَمَاءِ فِيْهِ، واَلْمُؤْتَمَرُ قَرَّرَ أَنَّ اْلأَحْوَطَ الْقَوْلُ اْلأَوَّلُ وَهُوَ الْحُرْمَةُ [أحكام الفقهاء 1/22]
“Para ulama dalam masalah ini berselisih atas tiga pendapat; Haram karena termasuk pinjaman untuk mengambil keun-tungan; halal karena tidak adanya syarat pada waktu akad atau pada waktu hak khiyar sedangkan kebiasaan yang ber-laku tidak bisa menduduki kedudukan syarat menurut keba-nyakan ulama; dan syubhat karena para ulama berbeda-beda pendapat. Mu’tamar menetapkan, bahwa yang lebih berhati-hati adalah pendapat yang pertama yaitu haram.” (Ahkam al-Fuqaha’ I/22)
وَمِنْهُ الْقَرْضُ لِمَنْ يَسْتَأْجِرُ مِلْكَهُ أَيْ مَثَلاً بِأَكْثَرَ مِنْ قِيْمَتِهِ لأَجْلِ الْقَرْضِ إِنْ وَقَعَ ذَلِكَ شَرْطًا إِذْ هُوَ حِيْنَئِذٍ حَرَامٌ إِجْمَاعًا وَإِلاَّ كُرِهَ عِنْدَنَا وَحَرُمَ عِنْدَ كَثِيْرٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ [هامش إعانة الطالبين 3/5354]
Termasuk riba qardl adalah memberi pinjaman utang kepada orang yang menyewa hak miliknya misalnya, dengan harga lebih tinggi dari harga sebenarnya karena hutang, bilamana hal tersebut merupakan syarat, karena demikian ini haram menurut ijma’ ulama dan bila tidak syarat maka makruh menurut kami dan haram menurut kebanyakan ulama. (Hamisy I’anah al-Thalibin III/53-54)
(قَوْلُهُ فَفَاسِدٌ) قَالَ ع ش: وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ مَحَلَّ الْفَسَادِ حَيْثُ وَقَعَ الشَّرْطُ فِيْ صُلْبِ الْعَقْدِ أَمَّا لَوْ تَوَافَقَا عَلَى ذَلِكَ وَلَمْ يَقَعْ شَرْطٌ فَي الْعَقْدِ فَلاَ فَسَادَ [إعانة الطالبين 3/53]
“Kata ‘batal’. ع ش berkata : Sudah jelas bahwa letak batal-nya dari sisi terjadinya syarat pada waktu akad. Adapun jika keduanya bersepakat pada hal tersebut dan syarat tidak terjadi di dalam akad maka tidak batal.” (I’anah al-Thalibin III/53)
41. ANAK KECIL JUAL BELI
Bagaimana hukumnya anak kecil belum baligh melakukan jual beli ?
Jual beli tersebut hukumnya boleh namun terbatas pada sesuatu yang maklum seperti rokok, sabun dan semisalnya.
وَمِمَّا عَمَّتِ الْبَلْوَى بِعْثَانُ الصَّغَائِرِ لِشِرَاءِ الْحَوَائِجِ وَاطَّرَدَتِ الْعَادَةُ فِيْ سَائِرِ الْبِلاَدِ وَقَدْ تَدْعُو الضَّرُوْرَةُ إِلَى ذَلِكَ فَيَنْبَغِيْ إِلْحَاقُ ذَلِكَ بِالْمُعَاطَاةِ [كفاية الأخيار 1/240]
“Termasuk kebiasaan yang sudah umum adalah menyuruh anak-anak kecil untuk membeli berbagai kebutuhan dan kebiasan ini sudah berlaku di berbagai negara, bahkan kadang-kadang juga dlarurat mendorong pada hal tersebut. Maka seyogyanya disamakan dengan mu’athah.” (Kifayah al-Akhyar I/240)
فَلاَ يَنْعَقِدُ بِالْمُعَاطَاةِ لَكِنِ اخْتِيْرَ اْلإِنْعِقَادُ بِكُلِّ مَا يُتَعَارَفُ الْبَيْعُ بِهَا فِيْهِ كَاْلُخُبْزِ وَاللَّحْمِ دُوْنَ نَحْوِ الدَّوَابِّ وَاْلأَرَاضِيْ
[هامش إعانة الطالبين 3\4]
“Tidak sah jual beli dengan mu’athah, tetapi dipilih pendapat yang menyatakan sah pada sesuatu yang dikenal sebagai jual beli dengan mu’athah seperti roti, daging bukan semisal hewan, kendaraan, dan tanah.” (Hamisy I’anah al-Thalibin III/4)
No comments:
Post a Comment