Mimpi Berjumpa Rasulullah saw

Ditulis Oleh: Munzir Almusawa


قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

سَمُّوا بِاسْمِي، وَلَا تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي، وَمَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ، فَقَدْ رَآنِي، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

(صحيح البخاري)

Sabda Rasulullah saw : “Berilah nama-nama kalian dengan namaku, dan jangan memakai gelar seperti gelarku, dan barangsiapa bermimpikan aku dalam tidurnya sungguh ia telah melihat aku, maka sungguh syaitan tidak mampu menyerupai diriku, dan barangsiapa yg berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaknya ia bersiap akan tempatnya di neraka” (Shahih Bukhari)

ImageAssalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلّمَّ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَالْحَمْدُلله الَّذِي جَمَعَنَا فِيْ هَذِهِ الْمُنَاسَبَةِ الْمُبَارَكَةِ...

Limpahan puji kehadirat Allah Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan kebahagiaan sepanjang waktu dan zaman, sebelum zaman dicipta hingga zaman dicipta dan kemudian sirna, setiap generasi terlahir dan wafat kesemuanya di dalam pengaturan Sang Maha Tunggal dan Maha Abadi, samudera segenap ketentuan dan segala kejadian yang lalu dan yang akan datang berada dalam samudera kelembutan-Nya, di dalam samudera kasih sayang-Nya. Sungguh Allah subhanahu wata'ala sangat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, seandainya Dia tidak berkasih sayang dan mau menghukum hamba-Nya sebab kesalahan-kesalahan mereka, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ( النحل : 61 )

" Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya" ( QS. An Nahl: 61)

Maka jika Allah mau menghukum manusia karena kesalahan yang mereka lakukan, maka mereka tiadalah akan tersisa lagi di muka bumi ini, namun Allah menunda setiap nafas, setiap detik, dan hari demi hari (agar kita bertobat) hingga waktu yang telah Allah tentukan, yaitu sakaratul maut. Allah bersabar menanti kita, Allah bersabar untuk menunda siksa-Nya, dan tidak mau menghukum kita, Allah siap melimpahkan kemuliaan hingga sepuluh kali lebih besar dari kebaikan yang kita perbuat, bahkan hingga 70 kali lipat. Allah subhanahu wata'ala menuliskan satu perbuatan dosa hanya dengan balasan satu dosa, namun perbuatan baik Allah akan melipatgandakan balasannya dengan 10 kali pahala hingga 700 kali lebih besar, demikian dalam riwayat Shahih Al Bukhari, bahkan dalam riwayat Shahih Muslim bahwa setiap kebaikan akan dilipatgandakan balasannya 10 kali lebih besar hingga 700 kali dan lebih dengan kehendak Allah, berarti cinta kita kepada Allah dibanding dengan cinta Allah kepada kita 10 kali lebih besar cinta Allah kepada kita, bahkan 700 kali lebih besar dari cinta kita kepada Allah. Sekali kita beribadah dan berbakti kepada Allah maka sepuluh kali Allah subhanahu wata'ala berbakti kepada kita, maksudnya Allah berbakti kepada kita adalah mengganjar dan membalas dengan kebaikan, menyambut dengan kehangatan, sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab Taujih An Nabiih Limardhaati Baariih karangan guru mulia kita Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam hadits qudsi:

ياَدَاوُد لَوْ يَعْلَمُ الْمُدْبِرُوْنَ عَنِّيْ شَوْقِي لِعَوْدَتِهِمْ ، وَمَحَبَّتِيْ فِيْ تَوْبَتِهِمْ ، وَرَغْبَتِيْ فِي إِناَبَتِهِمْ لَطاَرُوْا شَوْقًا إِلَيَّ ، يَادَاوُد هَذِهِ رَغْبَتِيْ فِى الْمُدْبِرِيْنَ عَنِّي ، فَكَيْفَ تَكُوْنُ مَحَبَّتِيْ فِى الْمُقْبِلِيْنَ عَلَيَّ...؟

“Wahai Daud : Seandainya orang-orang yg berpaling dari-Ku mengetahui kerinduan-Ku atas kembalinya mereka, dan cinta-Ku akan taubatnya mereka, dan besarnya sambutanku atas kembalinya mereka pada keridhoan Ku, niscaya mereka akan terbang karena rindunya mereka kepada-Ku. Wahai Daud, demikianlah cinta-Ku kepada orang-orang yg berpaling dari Ku (jika mereka ingin kembali), maka bagaimanakah cinta-Ku kepada orang-orang yg datang (mencintai dan menjawab cinta Allah ) kepada-Ku?”

Apabila mereka yang terus berdosa dan berbuat salah memahami betapa rindunya Allah kepada mereka apabila mereka mau kembali kepada kasih sayang dan keridhaan Allah, mau kembali kepada jalan keluhuran dan meninggalkan kehinaan untuk mendekat kepada Allah, jika mereka mengetahui betapa besarnya rindu Allah kepada mereka, betapa besarnya cinta Allah kepada taubat mereka dan betapa hangatnya sambutan Allah untuk mereka yang mau kembali kepada-Nya, jika mereka mengetahui hal itu sungguh mereka akan wafat di saat itu juga untuk menuju kepada Allah karena tidak mampu menahan rindu kepada Allah, karena Allah telah merindukannya, karena Allah telah mencintainya, maka mereka akan meninggalkan segenap dosa dan tenggelam dalam taubat dan kerinduan kepada Allah. Kita tidak mengetahuinya, namun paling tidak ada sedikit kefahaman di dalam jiwa dan sanubari bahwa ada Sang Maha Abadi Yang menanti kita dengan kebahagiaan yang kekal, Yang menyiapkan cinta, rindu dan sambutan hangat-Nya untuk mereka yang mau membenahi dirinya, maka berusahalah dan Allah tidak memaksa lebih dari kemampuan kita.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh guru kita yang kita cintai, As Syaikh Amr Khalid tentang cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan sampailah kita pada hadits agung ini:

سَمُّوا بِاسْمِى وَلاَ تَكْتَنُوْا بِكُنْيَتِي

" Berilah nama dengan namaku dan janganlah memakai kun-yahku "

Maksudnya dengan nama beliau nabi "Muhammad" shallallahu 'alaihi wasallam, oleh sebab itu jika saya dimintai untuk memberikan nama maka pasti saya beri nama "Muhammad…..", dan ada kelanjutannya, saya tidak pernah memberi nama dengan nama yang lain, walaupun nama nabi banyak namun sungguh nama yang terbaik adalah "Muhammad" shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga banggalah kelak mereka yang ketika dipanggil kehadapan Allah membawa nama nabi "Muhammad". Namun perintah memberikan nama dengan nama nabi bukanlah perintah wajib melainkan sunnah menggunakan nama nabi "Muhammad", dan Rasulullah melarang untuk memakai gelar beliau. Para Ulama berbeda pendapat dalam hal kun-yah (gelar) ini, sebagian mengatakan "Abu Al Qasim" dan larangan itu hanya ketika di masa hidupnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Adapun gelar beliau yang tidak boleh digunakan hingga akhir zaman adalah gelar "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam", karena gelar ini hanya untuk nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan para rasul, maka tidak boleh kita gunakan, namun gelar "Abu Al Qasim" atau yang lainnya boleh digunakan tetapi setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mengapa? karena pernah terjadi dimana seseorang di zaman Rasulullah memberi nama anaknya Qasim, maka si ayah dipanggil dengan sebutan "Abu Al Qasim" dan Rasulullah pun menoleh maka ketika itu Rasulullah melarang menggunakan gelar itu di masa hidup nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun di zaman sekarang tidak ada larangan. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

‏مَنْ رَآنِيْ فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِيْ 

“Barangsiapa melihatku di waktu tidur maka dia benar benar telah melihatku, karena syeitan tidak dapat menyerupaiku”

Sungguh syaitan tidak akan bisa menyerupai bentuk Rasulullah, betapa indahnya wajah yang tidak mampu diserupai oleh syaitan, nabi kita sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Syaitan mampu berpura-pura menjadi guru, menjadi murid dan yang lainnya namun syaitan tidak bisa menyerupai wajah sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Banyak pertanyaan yang muncul kepada saya tentang hal ini, "Habib, saya bermimpi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tetapi wajahnya berupa wajah habib fulan atau kiyai fulan, apakah itu mimpi Rasulullah?", iya itu adalah mimpi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, selama orang yang kita lihat itu adalah wajah orang yang shalih. Namun dijelaskan oleh beberapa habaib kita di Tarim Hadramaut, bahwa tidak ada seseorang dari kaum shalihin yang diserupai wajahnya oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kecuali dia adalah wali Allah subhanahu wata'ala (orang yang dicintai Allah). "Habib, ada yang mimpi Rasulullah tetapi wajahnya kok gelap dan tidak bagus bentuknya, pincang atau cacat?!", apakah itu juga mimpi Rasulullah?, hal itu adalah cermin dari diri kurang baiknya hati kita, karena hati kita adalah cermin, jika sebuah cermin terdapat banyak noda maka hasil dari cermin itu juga banyak noda, jadi apabila kita bermimpi Rasulullah dalam keadaan cacat maka yang cacat adalah hati kita, bukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan hal itu merupakan teguran dari Allah subhanahu wata'ala untuk mengingatkan kita. Diriwayatkan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani Ar di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa orang yang bermimpi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akan melihat wajah asli beliau, namun hal ini tergantung derajat orang tersebut, para kekasih Allah dan para shalihin, mereka akan melihat wajah asli rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam mimpinya. Diriwayatkan pula oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani bahwa salah satu istri Rasulullah menyimpan sebuah cermin yang pernah ia gunakan, kemudian dipinjam oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau bercermin dengan cermin itu, setelah cermin itu dipakai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka cermin itu menampakkan wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam begitu jelas, cermin itu tidak mau lagi memunculkan atau mencerminkan wajah yang lain setelah digunakan bercermin oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan jika istri Rasulullah ini rindu dengan Rasulullah setelah beliau wafat, maka ia melihat cermin itu dan ia lihatlah wajah sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, karena cermin itu tidak mau lagi menampakkan wajah yang lain. Maka para tabi'in yang ingin melihat wajah Rasulullah mereka datang kepada istri Rasulullah dan melihat cermin itu sehingga mereka melihat wajah sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Subhanallah, sebuah cermin pun tidak bisa lagi menjadi sebagai cermin setelah melihat wajah nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dijelaskan di dalam buku "Muhammad Insan Al Kamil" oleh Al allamah Al Musnid Al Habib Muhammad bin 'Alawy Al Maliki tentang perbedaan wajah nabiyullah Yusuf As dengan wajah nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sebagaimana dahulu di masa nabi Yusuf para wanita memotong jari-jarinya karena indahnya wajah nabi Yusuf As, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ ( يوسف: 31 )

"Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya , mereka terpesona kepada (keelokan rupanya) dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri, seraya berkata: "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia, sungguh ini adalah malaikat yang sempurna" (QS. Yusuf : 31 )

Maka berkatalah As Syaikh Muhammad bin 'Alawy Al Maliki Ar menukil salah satu riwayat sahabat bahwa Allah tidak menampakkan keindahan wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam secara keseluruhan di muka bumi, hanya 1 keindahan dari 10 bagian yang diperlihatkan, jika seandainya yang 9 bagian itu ditampakkan juga maka orang-orang akan mengiris hatinya tanpa terasa karena indahnya wajah sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan itu kelak akan diperlihatkan di telaga Haudh. Semoga aku dan kalian memandang wajah yang indah itu, amin.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah

Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa sayyidina Anas bin Malik Ra berkata:

مَا نَظَرْناَ مَنْظَرًا كاَنَ أَعْجَبَ إِلَيْنَا مِنْ وَجْهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Kami belum pernah melihat pemandangan yang lebih menakjubkan dari wajah nabi shallallahu 'alaihi wasallam"

Dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang banyak sekali dan sangat mudah dan suka mendoakan orang lain, dan beliau adalah makhluk yang paling indah, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa salah seorang sahabat Ra berkata: "aku belum pernah mendengar suara yang lebih indah dari suara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, hingga suara beliau membuat hati luluh dan ingin mendekat kepada Allah subhanahu wata'ala". Dan Allah berfirman dalam Al qur'an menyifati indahnya bacaan sang nabi :

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآَنًا عَجَبًا ، يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآَمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا ( الجن : 1-2 )

"Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Rabb kami" ( QS. Al Jin: 1-2)

Dan Allah berfirman:

وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا ( الجن : 19 )

"Dan ketika hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya" ( QS. Al Jin: 19 )

Dijelaskan di dalam Shahih Muslim, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan membaca al qur'an dan di saat itu iblis melihat pintu-pintu langit ditutup dan tidak bisa lagi ditembus oleh iblis dan syaitan, maka di saat itu iblis berkata : "apa yang telah terjadi di barat dan timur sehingga kita tidak bisa lagi menembus langit?!", maka ketika mereka mencari di penjuru barat dan timur, mereka pun menemukan cahaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang berdoa dan membaca al quran al karim, dan cahaya itu membuat para jin berdesakan untuk mendengarkan bacaan itu kemudian mereka beriman. Dan dijelaskan di dalam Kitab-kitab Tafsir, tafsir Ibn Katsir dan lainnya bahwa di saat itu ada beberapa raja jin yang diperintahkan oleh iblis untuk melihat apa yang terjadi, justru mereka beriman kepada nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Para jin itu pun berdesakan ingin mendengarkan suara indah yang keluar dari jiwa yang suci dan khusyu' yang merindukan Allah subhanahu wata'ala, jiwa yang dipenuhi dengan getaran iman. Oleh sebab itu, ketika salah seorang sahabat Ra (dalam riawayat yang tsiqah) melihat aurat seorang wanita dengan sengaja, maka ia merasa telah berbuat dosa yang sangat besar dan ia pun menyendiri ke atas gunung dan tidak mau lagi melihat wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena dia merasa tidaklah pantas matanya melihat wajah beliau karena mata itu telah berbuat zina. Dan setelah beberapa hari Rasulullah menanyakan orang itu karena beberapa hari Rasulullah tidak melihatnya, maka sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra mendatanginya ke gunung dan berkata kepada orang itu: "engkau dipanggil oleh Rasulullah", orang itu menjawab: "aku tidak mau melihat wajah Rasulullah, mataku tidak lagi pantas memandang beliau karena telah berbuat dosa", maka sayyidina Abu Bakr berkata: "ini adalah perintah Rasulullah", maka ia pun datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan ketika itu Rasulullah sedang melakukan shalat maghrib, dan ketika ia mendengar bacaan Rasulullah dari kejauhan, ia pun terjatuh dan roboh karena tidak mampu mendengarkan lantunan suara indah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia diberdirikan oleh sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan dibimbing untuk terus masuk ke shaf shalat dan setelah selesai shalat, ketika orang-orang mulai berdiri dan keluar dari shaf shalat, ia hanya tertunduk saja, maka Rasulullah memanggilnya dan berkata :"kemarilah mendekat kepadaku", ia mendekat hingga lututnya bersatu dengan lutut nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam namun ia tetap menundukkan kepalanya dan berkata: "wahai Rasulullah, aku tidak mau lagi melihat wajahmu karena mataku sudah banyak berbuat dosa", maka Rasulullah berkata :"mohonlah ampunan kepada Allah", maka ia berkata: "aku meyakini bahwa Allah Maha Pengampun, namun mata yang sudah banyak berbuat dosa ini tidak lagi pantas melihat wajahmu wahai Rasulullah", ia masih terus menundukkkan kepalanya maka rsaulullah berkata : "angkatlah kepalamu!!", maka ia pun mengangkat kepalanya perlahan lahan dan beradu pandang denga Rasulullah, lalu ia kembali menundukkan kepalanya dan menangis di pangkuan Rasulullah kemudian wafat dipangkuan beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Maka para sahabat pun kaget dan iri dengan orang itu karena walaupun mereka berjihad siang dan malam namun mereka tidak sempat mendapatkan kesempatan untuk wafat dipangkuan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ketika itu air mata Rasulullah mengalir dan jatuh di atas wajah orang itu. Hadirin hadirat, sungguh mata kita penuh dengan dosa dan kesalahan, namun Sang Maha Pengampun tidak berhenti mengampuni, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa ada 7 golongan yang mendapatkan naungan Allah dimana ketika itu tidak ada naungan kecuali naungan Allah, diatara 7 kelompok itu adalah :

رَجُلٌ ذَكَرَ اللهُ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

" Seseorang yang ketika berdzikir (mengingat Allah) maka mengalirlah air matanya"

Maka orang itu akan mendapatkan naungan Allah kelak di hari kiamat. Dan saat di surga kelak masih ada orang-orang yang belum melihat keindahan dzat Allah subhanahu wata'ala, mereka adalah orang-orang yang ketika di dunia mata mereka banyak berbuat dosa, dan malaikat tidak mau membuka tabir yang menghalangi dzat Allah dengan mereka, maka Allah berkata kepada malaikat: "mengapa kalian masih menutupkan tabir untuk mereka, mereka adalah penduduk surga yang telah kuampuni dosa-dosa mereka", maka malaikat berkata: "wahai Allah, dahulu ketika mereka di dunia mata mereka banyak melakukan dosa, maka mereka tidak pantas memandang keindahan dzat-Mu", maka Allah subhanahu wata'ala berfirman: "angkatlah tabir yang menghalangi-Ku dengan mereka, karena dahulu mata mereka pernah mengalirkan air mata rindu ingin berjumpa dengan-Ku"…

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ... مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah

Semoga Allah subhanahu wata'ala memulikanku dan kalian dengan keluhuran, dan membimbing hari-hari kita dengan seindah-indahnya, amin. Malam ini kita akan melakukan shalat ghaib untuk Al Marhum Al Maghfurlah Al Habib Syech bin Ahmad Al Musawa dalam usianya yang sangat lanjut, beliau adalah ulama' besar yang murid beliau mencapai ribuan habaib dan kiyai, beliau tinggal di Klender selama kurang lebih 10 tahun kemudian pindah ke Surabaya dan wafat pada hari Jum'at yang lalu pukul 10.15 Wib. Dan yang tidak dalam keadaan berwudhu maka tidak perlu berdesakan untuk berwudhu, cukup berdiri saja. Shalat ghaib ini juga untuk syarifah Nur binti Abu Bakr Al Jufri dan juga untuk orang tua kita, kerabat kita, dan sahabat kita yang telah wafat. Semoga Allah subhanahu wata'ala memuliakan mereka di alam barzakh. Ayah bunda kita yang masih hidup semoga dimuliakan dan dipanjangkan usianya oleh Allah subhanahu wata'ala, amin allahumma amin. Dan imam dalam shalat ghaib nanti adalah guru kita fadhilah as sayyid Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas, dan juga saya mohon jangan berdesakan dalam bersalaman nanti. Sebelum kita melakukan shalat ghaib, kita tutup acara kita dengan qasidah yang mengingatkan kita kepada nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam beberapa bait, setelah itu kita melakukan shalat ghaib kemudian doa penutup, tafaddhal masykura.

 

Sumber : http://www.majelisrasulullah.org

[+/-] Selengkapnya...

Category: 1 comments

Terbukanya Tabir Antara Allah swt dan Hamba Nya

Ditulis Oleh: Munzir Almusawa

قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلََّ .

(صحيح البخاري )

Sabda Rasulullah saw : “Jika penduduk sorga telah masuk sorga, maka berfirman Allah swt Yang Maha Luhur kemuliaan Nya : “Ingin kah kalian Kutambahkan sesuatu lagi?”, maka mereka berkata : “Bukankah telah Kau jernih dan membuat wajah kami bercahaya indah?, bukankah telah Kau masukkan kami ke sorga?, dan telah Kau selamatkan dari neraka?”, maka Rasul saw meneruskan : “Maka Allah membuka tabir yang menghalangi mereka dengan Allah swt, maka tiadalah mereka diberi suatu kenikmatan yang lebih mereka sukai dan nikmati dari memandang pada Tuhan mereka Yang Maha Agung dan Luhur. (Shahih Bukhari)

ImageAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الْجَمْعِ اْلعَظِيْمِ .

Limpahan puji kehadirat Allah, Maha Raja langit dan bumi Maha Penguasa tunggal dan abadi, Maha melihat setiap perasaan, Maha mengubah segenap kejadian, Maha membolak-balikkan keadaan dari kehinaan menuju kemuliaan atau sebaliknya, dari kehidupan menuju kematian dan sebaliknya, dari hati yang hidup menjadi hati yang mati, dosa kehinaan atau sebaliknya. Kalimat “Laa ilaaha illallah”, adalah sumpah setia hamba kepada Allah dan juga sumpah setia Allah kepada hamba, beruntunglah hamba-hamba yang memahami rahasia-rahasia kemuliaannya, dan rahasia kemuliaan Allah itu sudah Allah buka dengan kalimat selanjutnya “Muhammadun Rasulullah”, itulah rahasia kalimat “Laa ilaaha illallah”. Penjuru barat dan timur, langit dan bumi tidak memahami rahasia kemuliaan kalimat “Laa ilaaha illallah” kecuali dengan tuntunan sayyidina Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sepanjang waktu dicipta hingga seluruh waktu berakhir, tidak akan ada yang mencapai puncak pemahaman kalimat “Laa ilaaha illallah” kecuali dengan perantara nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh rahasia keluhuran kalimah itu terpendam dan ada pada tuntunan pembawa ajaran “Laa ilaaha illallah”, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, tiadalah seorang hamba diakui kalimat tauhidnya “Laa ilaaha illallah” kecuali dengan mengucapkan kalimat “Muhammadun rasuulullah”. Hal ini bukan berarti mengkultuskan nabi atau mensejajarkan nabi Muhammad dengan Allah subhanahu wata’ala, tetapi Allah ingin menunjukkan bahwa kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah” belum sempurna kecuali telah dikenal dari utusan dan kekasih Allah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah subhanahu wata’ala berfirman :

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

( الملك : 1-2 )

“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menciptakan kematian dan kehidupan ntuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” ( QS. Al Mulk : 2-1 )

Dalam ayat tersebut mengapa Allah terlebih dahulu menyebutkan kematian daripada kehidupan ? karena pada hakikatnya hati seseorang itu mati dahulu baru hidup, jika seseorang mengenal “Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah”, maka hiduplah hatinya, walaupun seseorang lahir dalam keadaan suci namun ia tidak akan tertuntunkan kepada kehidupan yang luhur setelah dewasa kecuali dengan mengikuti tuntunan kehidupan dari nabi kita sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, atau para nabi yang sebelum nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, atau para penerusnya dari para ulama’ dan shalihin. Makna ayat tadi sangat dalam, bahwa setiap manusia yang hidup akan menjadikan kematian itu sebagai pelajaran, orang yang masih hidup banyak melihat orang lain meninggal, dan patut ia sadari bahwa ia pun akan mengalami hal yang sama seperti si mati atau akan senasib dengan si mati, namun nasibnya akan berubah dengan besarnya keinginan untuk membenahi dirinya, karena Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali mereka yang merubahnya sendiri, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

( الرعد : 11 )

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” ( QS. Ar Ra’d : 11 )

Dan Allah telah menjajikan orang-orang yang berbuat baik akan dituntun dalam keluhuran, dan dipermudah menuju jalan kemudahan dalam urusan dunia dan akhirahnya, sebagaimana firman-Nya subhanahu wata’ala :

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى ، وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى

( الليل :5-7 )

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” ( QS. Al Lail : 5-7 )

Hal ini menunjukkan bahwa usaha kita dan amal baik kita akan membuat Allah menambahkan kemudahan kepada kita, dan jika kita bersyukur atas apa yang diberi oleh Allah maka Allah akan menambahnya, sebagiamana firman-Nya:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

( إبراهيم : 7 )

"Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” ( QS. Ibrahim : 7 )

Maka syukurilah apa yang ada pada diri kita maka Allah akan menambahkannya, walaupun kehidupan kita sangat susah sekalipun maka harus kita syukuri karena masih ada yang lebih susah daripada kita, jika engkau mensyukurinya maka Allah akan memberi tambahan lebih dari apa yang engkau miliki sekarang dengan tambahan kemudahan, keberkahan, rahmat dan lainnya. Oleh sebab itu, kehidupan ini akan semakin mudah jika kita mau bersyukur kepada Allah, semakin banyak seseorang besyukur di siang dan malamnya maka akan semakin banyak pintu rahmat dan kemudahan yang dibuka oleh Allah untuknya, satu sifat mulia ini membuka untukmu berjuta-juta rahasia kemudahan dalam kehidupanmu di dunia dan akhirah, sifat luhur yang diajarkan oleh sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam akan membuka berjuta rahmat, keberkahan, kemudahan dunia dan akhirah, belum lagi sifat luhur yang lainnya seperti sabar. Orang yang sabar, yang bisa menahan dan mengendalikan amarahnya, ia tidak akan marah kecuali karena hak-hak Allah. Jika berhubungan dengan hak-hak Allah subhanahu wata’ala maka ia akan marah namun marahnya bukan karena emosi atau nafsunya, jika marah karena emosi maka hal itu adalah dari bisikan syaithan. Maka Jelaslah bahwa marah karena Allah itu adalah marah yang tidak bertentangan dengan syariah muthahharah, tidak bertentangan dengan tuntunan dan akhlak sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagaimana marahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, jika marah maka beliau akan diam, bukan dengan banyak bicara atau teriak-teriak di jalan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَاسْكُتْ

“ Jika salah seorang kalian marah maka diamlah ”

Seperti itulah budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu kembalilah kepada tuntunan termulia, tersuci dan teragung yang diajarkan kepada kita dari guru-guru kita, bukan sekedar dari buku, bukan pula dari guru yang tidak jelas, tetapi dari guru-guru yang shalih dan dari guru-gurunya yang shalih sampai pada imam para shalihin, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka fahamlah kita bahwa keberanian yang hakiki adalah jika kita bisa menahan amarah kita, jika kita bisa menahan amarah kita maka Allah subhanahu wata’ala memberikan kekuatan lebih kepada kita, bukan kekuatan syaitan karena amarah yang bukan karena Allah maka kekuatan itu ada bersama kekuatan syaitan. Adapun marah karena Allah, jika ia dicaci atau dimaki maka ia tidak akan bertambah emosi atau marah, jika ia dicaci atau difitnah dia tidak akan emosi namun hanya menegur balik saja, tetapi marah karena emosi ketika ia dicaci maka akan semakin marah. Dalam riwayat disebutkan ketika peperangan disaat Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw mengangkat pedangnya untuk membunuh seorang musuh yang sudah tidak berdaya itu, dan ketika orang itu meludahi wajahnya, maka sayyidina Ali tidak jadi membunuhnya, kenapa? karena khawatir jika beliau membunuhnya hanya karena emosi bukan karena iman, sebab orang itu meludahinya. Namun ketika seseorang selalu bersabar menahan amarahnya, dan ketika amarah itu memuncak maka kekuatannya akan sangat dahsyat karena dia bersama Allah, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

( البقرة : 153 )

“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” ( QS. Al Baqarah : 153 )

Oleh karena itu 313 pasukan ahlu Badr bisa mengalahkan ribuan pasukan kuffar quraiys yang menyerang, mereka hanya bersenjatakan tongkat, tombak, dan batu seadanya namun mereka bisa mengalahkan kuffar qurays, karena dibantu demnga kekuatan Ilahi dengan turunnya 5000 malaikat untuk membantu mereka. Adapun seseorang yang marah karena Allah, maka ia tidak akan merasa takut kepada siapa pun, jika marah kepada seseorang karena Allah maka dia akan langsung datang kepada orang itu dan menyampaikannya, tidak berbicara di belakang, jika berbuat demikian maka itu adalah pengecut. Maka jika ada yang salah pada diri saya dan jika punya keberanian datanglah langsung kepada saya, jangan hanya berani bicara dari jauh, karena hal itu adalah kelakuan orang yang pengecut, namun sudah saya maafkan tidak perlu repot seperti Gus Dur bilang “yah biarin aja, gitu aja kok repot”.
Hadirin hadirat tidak perlu tegang, majelis ini adalah majelis rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tenang dan sejuk, jika ada permasalahan sedikit kita bisa tegang namun segera tenang kembali. Cuma jika ada permasalahan dengan majelis ini maka saya harapkan untuk datang langsung kepada saya, jangan sekedar berbicara dari jauh.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Kita melihat dan memahami firman Allah subhanahu wata’ala :

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

( الملك : 2 )

“Yang menciptakan kematian dan kehidupan ntuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” ( QS. Al Mulk : 2 )

Bahwa kehidupan kita ini sekedar cobaan dari Allah, dimana ada kenikmatan, kesusahan, senang, sedih, sehat, sakit, pujian, cacian, fitnah, dan lainnya, kesemua itu hanyalah cobaan dari Allah, dan yang paling baik diantara manusia adalah yang paling baik amalannya. Namun kita beramal baik pun semampu kita, dalam segala keadaan kita selalu berusaha untuk berbuat baik, dalam keadaan sehat atau pun sakit kita selalu berusaha untuk berbuat baik, maka Allah akan memberi balasannya. Sebagaimana dalam surah Al Mulk, kita melihat bagaiamana Allah subhanahu wata’ala menunjukkan betapa meruginya orang-orang yang lepas dari tuntunan luhur sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga Allah mengikat kita dengan sekuat-kuat tali dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, adapaun tali yang terkuat antara Allah dan rasul-Nya adalah sanad keguruan.
Pegang guru kita kuat-kuat, ikuti guru-guru kita selama mereka juga mengikuti guru-guru mereka sampai kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sanad keguruan itu bagaikan mata rantai emas, yang jika digerakkan satu mata rantai maka akan bergerak semua mata rantai yang lainnya hingga ke ujung rantainya, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka jika diganggu satu maka semua akan terganggu sampai kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka sungguh Allah akan memuliakan orang-orang yang mencintai rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sayyidatuna Fathimah Az Zahra’ RA.

Ada pedang takdir di tangan dakwah sayyidina Muhammad yang lebih tajam daripada pedang besi, pedang takdir itu mengerikan karena menghancurkan nasib, bukan menghancurkan wajah atau badan. Pedang besi hanya bisa menghancurkan badan, namun pedang takdir bisa menghancurkan kehidupan dunia, barzakh, dan akhirah. Di Barzakh ada penjara yang lebih menakutkan dari penjara di dunia, di barzakh pun ada kemiskinan yang lebih menakutkan dari kemiskinan dunia, di barzakh juga ada musibah, kesulitan dan jeritan yang lebih menakutkan dari musibah dan kesulitan di dunia, di barzakh juga ada kemudahan, keluasan, ketenangan, kemewahan, yang lebih indah daripada di dunia, terlebih lagi di akhirat dimana penjaranya lebih menakutkan dan kemewahannya pun jauh lebih menakjubkan. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ ، تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ ، قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ ، وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ ، فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِيرِ ، إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

( الملك : 7-12 )

“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya (neraka) meeka dengar suara tangis dan isak dari dalam neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kalian (di dunia) seorang pemberi peringatan?", Mereka menjawab: "Benar ada", sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun, kalian tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”, dan mereka berkata: "Sekiranya dahulu kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya kami tidaklah termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala, mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala, Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” ( QS. Al Mulk : 7- 12)

Sungguh kehinaan besar bagi penduduk neraka. Adapun orang-orang yang risau tidak dimaafkan oleh Allah, risau jika cintanya tidak diterima oleh Allah, risau jauh dari Allah, takut jika Allah murka atas dosa-dosanya padahal mereka tidak melihat Allah, maka Allah akan memberikan kemuliaan dan pahala yang agung untuk mereka atas kerisauan mereka dan Allah memberi mereka pengampunan atas dosa-dosa mereka, semoga kita termasuk ke dalam kelompok mereka, amin. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ إِنَّا لَقَادِرُونَ ، عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ خَيْرًا مِنْهُمْ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ ، فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا وَيَلْعَبُوا حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي يُوعَدُونَ

( المعارج : 40-24 )

“Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang memiliki timur dan barat, sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan, maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka.” ( QS. Al Ma’aarij : 40-42 )

Allah mampu mencabut kenikmatan yang ada pada manusia, baik itu kenikmatan secara zhahir atau bathin, namun Allah tidak terburu-buru untuk melakukan hal itu. Kita melihat banyak orang yang pendosa semakin hari keadaannya bertambah makmur, mereka yang tidak mau bersyahadat justru keadaannya semakin dimudahkan, namun ingat Allah Maha Mampu mencabut semua kenikmatan atau kebaikan yang ada pada mereka, akan tetapi Allah biarkan mereka tetap lalai dan bermain-main dalam kebathilan hingga datang hari yang telah dijanjikan Allah untuk mereka, sehingga keadilan akan ditegakkan di hari itu. Jadi jangan cemburu dengan pendosa yang banyak maksiat namun dilimpahi kenikmatan berupa keluasan rizki, karena di hari yang telah dijanjikan kelak akan berlaku keadilan yang sesungguhnya. Beruntunglah orang-orang yang hadir di majelis dzikir, karena kelak keadaan akan berbeda dengan keadaan sekarang. Sekarang banyak orang yang meremehkan dan mentertawakan orang-orang yang hadir di majelis dzikir, namun kelak di hari kiamat orang-orang yang yang dahulu selama di dunia menertawakan orang-orang muslim, seperti orang yang berkata : “ngapain hadir terus di majelis dzikir, dzikir dan dzikir aja, kapan mau maju!!” misalnya , maka orang yang seperti itu kelak akan ditertawakan di hari kiamat. Tentunya sungguh beruntung orang-orang yang mempunyai kepedulian kepada saudara sesama, teman, tetangga, jika kita melihat orang tua kita belum mau mengerjakan shalat, maka jangan dibenci, namun dibimbing dan diajak untuk melakukan shalat, dengan berbuat baik kepada mereka dengan cara apapun misalnya dengan membawakan makanan atau minuman kesukaannya, jika mereka memarahi atau mencaci maka perlakukan mereka dengan lebih baik lagi, jangan justru ditegur dengan kasar, misalnya dengan berkata : “malu punya bapak ngga mau shalat”, maka hal yang seperti ini akan semakin membuatnya enggan dan lebih jauh, maka berilah peringatan tapi jangan sampai membuat orang semakin jauh, peringati dengan cara yang baik, misalnya dengan membawakan makanan kesukaan ayahnya lalu beranjakklah untuk shalat, dan ketika ditanya : “kamu ngga makan?”, maka jawab : “ saya shalat dulu ayah”, maka hal yang seperti itu tanpa kita sadari hal itu adalah cara yang baik untuk member peringatan kepada orang tua kita untuk shalat. Maka semua yang ada disekitar kita, keluarga, anak, istri, suami, saudara dan yang lainnya semua itu adalah tangga untuk kita mencapai keluhuran, sebagai pewaris dan penerus sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada bersama kita, maka beliau yang akan mendakwahi keluarga kita, namun beliau telah mengembankan tugas kepada kita, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :

بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً

“ Sampaikanlah (apa-apa) dariku walaupun satu ayat ”

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Sampailah kita pada hadits luhur ini, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلََّ

“Jika penghuni surga telah masuk surga, maka Allah subhanahu wata’ala berfirman (kepada mereka): “Apakah kalian ingin Kutambahkan sesuatu?” Maka mereka menjawab: “Bukankah Engkau telah putihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah masukkan kami ke dalam surga dan selamatkan kami dari api neraka?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Maka disingkaplah tabir, sehingga penduduk surga tidak memperoleh sesuatu yang lebih mereka sukai daripada memandang wajah Rabb mereka Allah’Azza wa Jalla.” 

Ketika Allah telah memasukkan hamba-hamba ke dalam surga, maka Allah bertanya kepada mereka : “Maukah kalian Kutambahkan kenikmatan yang lain?”, maka penduduk surga berkata : “ Kenikmatan apa lagi yang akan Engkau berikan, Kau telah mengampuni dosa-dosa kami, Kau telah menyelamatkan kami dari neraka, dan memasukkan kami ke dalam surga dan kekal di sana, kenikamtan apalagi selain semua ini?”, semua kenikmatan dan apa yang didambakan oleh manusia ada disana, bahkan jauh lebih indah keindahan-keindahan yang pernah ada, sebagaimana firman Allah dalam hadits qudsy riwayat Shahih Al Bukhari :

أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِيْنَ مَا لَا عَيْنٌ رأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“ Kusiapkan untuk hamba-hambaKu yang shaleh apa-apa (kenikmatan) yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pula terdengar oleh telinga, ataupun terlintas di hati seorangpun.” (Shahih Bukhari)

Ketika itu Allah membuka tabir penghalang antara mereka ( penduduk surga) dengan Allah, maka mereka tidak menemukan anugerah yang lebih agung dari memandang keindahan dzat Allah. Diriwayatkan bahwa tabir yang menutup antara hamba dengan Allah itu berjumlah 70 tabir, diamana tabir itu adalah paduan antara cahaya, air dan tanah, di dalam tafsir Al Imam Ibn Katsir disebutkan bahwa tabir itu adalah paduan antara air dengan cahaya, dimana ketika tersingkap satu tabir saja maka leburlah gunung Turisinia, cahaya Allah subhanahu wata’ala sangat berwibawa dan berkuasa. Diriwayatkan di dalam tafsir Al Imam At Thabari , riwayat ini tidak shahih namun menjadi penjelas untuk hadits ini, dimana kelak di surga ketika penduduk surga berkumpul, datanglah seseorang yang penuh dengan cahaya, maka orang-orang melihat dan berkata : “siapakah yang datang?”, maka berkatalah para malaikat : “Adam, abu albasyar”, (dia nabi adam, ayah semua manusia) kemudian dia duduk di singgasana yang terbuat dari cahaya.

Lalu datang lagi seseorang yang penuh dengan cahaya, dialah nabi Ibrahim khalilullah, demikian para-para nabi datang kemudian duduk di singgasana-singgasananya masing-masing, adapun para shalihin duduk di atas dipan-dipan cahaya dan para penduduk surga yang lainnya duduk di hamparan misk. Maka di saat itu datanglah seorang yang membawa seluruh cahaya yang pernah datang dari para nabi-nabi sebelumnya, siapakah dia? Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau duduk di singgasana terdepan. Maka ketika itu terdengarlah suara “Marhaban bi’ibaadi wazuwwari/ selamat datang para hamba-Ku dan para tamu-Ku”, kemudian berhembuslah angin yang beraroma minyak wangi yang bercampur gerimis-gerimis kecil yang mewangikan tubuh-tubuh penduduk surga, dimana aromanya belum pernah tercium sebelumnya dan tidak akan pernah hilang selama-lamanya. Kemudian terdengar lagi suara : “Marhaban bi’ibaadi wazuwwari/ selamat datang para hamba-Ku dan para tamu-Ku” lalu dibagikann kepada mereka (penduduk surga) pakaian-pakaian yang terbuat dari cahaya. Kemudian Allah berfirman : “Marhaban bi’ibaadi wazuwwari/ selamat datang para hamba-Ku dan para tamu-Ku”, maka dihidangkan kepada mereka makanan dan minuman yang kelezatannya belum mereka rasakan sebelumnya. Kemudian Allah subhanahu wata’ala memerintahkan malaikat untuk membuka tabir penghalang , maka tabir pun terbuka kemudian Allah berfirman : “Assalamu’alaikum yaa ‘ibaadii unzhuruu ilayya / salam sejahtera untuk kalian wahai hamba-hamba-Ku, pandanglah Aku”, maka tatkala para hamba memandang dzat Allah mereka roboh dan bersujud, seluruh istana dan pepohonan di surga berguncang karena kewibawaan keindahan dzat Allah ketika tabir itu tersingkap, maka Allah berfirman : “angkatlah kepala kalian, ini bukanlah tempat beramal namun tempat pembalasan kebaikan”. Dan diriwayatkan ketika hamba yang paling terakhir keluar dari api neraka setelah puluhan ribu tahun terpendam dalam api neraka, ia terus menyeru “ Ya Hannan Ya Mannan “, maka setelah beberapa lama Allah berkata kepada Jibril : “wahai Jibril temukan hamba-Ku itu” maka JIbril berkata : “wahai Allah, dia berada di dasar neraka tertindih batu-batu neraka”, Allah berfirman : “angkat dan keluarkan dia”, maka dia pun dikeluarkan dari neraka setelah puluhan ribu tahun berada di dalamnya, tubuhnya hangus karena telah beribu kali hancur di dalam api neraka, maka setelah Allah menampakkan keindahan dzat-Nya kepada hamba itu maka Allah bertanya : “wahai hamba-Ku, berapa lama engkau berada di dalam neraka?”, ia menjawab : “aku belum pernah masuk ke dalam neraka wahai Allah”. Dia lupa dengan pedihnya siksaan di neraka yang ribuan tahun karena memandang keindahan Allah. Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman :

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

( القيامة : 22- 23 )

“Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat.” ( QS. Al Baqarah : 22-23 )

Oleh sebab itu rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berdoa:

اَللّهُمَّ ارْزُقْناَ النَّظَرَ إِلَى وَجْهِكَ اْلكَرِيْمِ

“ Ya Allah karuniakanlah kepada kami untuk memandang wajah-Mu yang mulia ”

Diriwayatkan ketika semua hamba telah masuk ke dalam surga dan ada diantara mereka yang masih cemberut dan bersedih, setelah ditanya mereka menjawab : “ kami belum memandang tuhan kami” , maka Allah berfirman : “ wahai para malaikat-Ku, angkatlah tabir yang menghalangi-Ku dengan mereka”, maka para malaikat berkata : “wahai Allah, dahulu mata-mata mereka selalu berbuat maksiat, dan tidaklah pantas memandang keindahan dzat-Mu”, Allah menjawab : “Angkatlah tabir itu, dahulu mata mereka pernah menangis karena rindu ingin berjumpa dengan-Ku, maka biarkan mereka melihat keindahan-Ku”. Maukah engkau melihat keindahan Allah?!, sungguh Allah Maha Melihat sanubari kita, melihat perasaanmu dan apa yang terlintas dalam benakmu saat mendengar rahasia keindahan memandang Allah, sungguh orang yang meminta kepada Allah untuk dihalalkan matanya memandang keindahan Allah, maka niscaya cahaya keluhuran Allah akan berpijar di wajahnya, di sanubarinya, di dalam kehidupannya, doa-doanya, cita-citanya, kesemuanya remeh dihadapan Allah dibandingakan rindu kehadirat-Nya, semua kesuliatan akan disingkirkan oleh Allah selama dalam jiwa kita ada rindu kehadirat-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsy riwayat Shahih Al Bukhari :

مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ مَنْ كَرِهَ لِقَائِيْ كَرِهْتُ لِقَاءَهُ

“ Barangsiapa yang ingin perjumpaan denganKu maka Aku pun rindu berjumpa dengannya, barangsiapa yang benci untuk berjumpa denganKu Aku pun benci berjumpa dengannya ”

Maka jawablah rindu Allah dengan shalat 5 waktu, sempurnakan shalat 5 waktu kita begitu juga dengan shalat-shalat sunnah yang lainnya, shalat Jum’at usahakan jangan sampai ditinggalkan. Banyak muncul pertanyaan di forum, dimana dia bekerja sip siang sehingga tidak bisa shalat Jum’at, maka usahakan 2 minggu sekali jika tidak bisa seminggu sekali, jika tetap tidak bisa usahakan 3 minggu sekali, jangan sampai lebih dari itu, namun jika kita terjebak dengan kebutuhan primer maka lebih baik mencari pekerjaan yang lain, daripada harus mengorbankan shalat jum’at apalagi mengorbankan shalat fardhu. Namun jika terjebak dengan kebutuhan primer maka teruslah berusaha semaksimal mungkin hingga mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik. Semoga hamba yang masih terjebak dalam hal ini diberi kemudahan oleh Allah, amin. Begitu pula kaum wanita, jika dalam pekerjaan dituntut untuk tidak memakai jilbab, maka carilah pekerjaan yang lain, dan jika terjebak dengan kebutuhan primer, apabila dengan tidak bekerja akan banyak yang kesusahan maka perbanyaklah istighfar dan teruslah berusaha dan berdoa untuk mendapatkan pekerjaan yang lain. Semoga mereka yang masih terjebak dalam pekerjaan seperti itu diberikan jalan keluar oleh Allah subhanahu wata’ala berupa kemudahan, kemakmuran dan keluasan rizki, amin. Demikian hal-hal yang luhur yang perlu kita fahami. Maka demi rahasia kerinduan kepada Allah subhanahu wata’ala, kita berdoa semoga acara kita Selasa,15 Februari tepatnya tanggal 12 Rabi’ul Awal 1342 H yang akan datang sukses. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Jawa Timur, dan Kiyai Idris pimpinan pon-pes Lirboyo, beliau siap untuk hadir majelis di Monas, beliau berkata meskipun beliau sakit sekali pun beliau akan paksakan hadir insyaallah. Beliau mempunyai 9000 santri yang masih belajar di sana, adapun alumninya telah mencapai lebih dari ratusan ribu, karena tiap tahunnya mengeluarkan ribuan santri, dan beliau juga berkata bahwa setiap bulan Ramadhan beliau mengutus 1000 santri untuk berdakwah ke daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan lainnya untuk mengajarkan ummat masalah shalat, puasa, zakat dan lainnya. Sungguh indahnya tarbiyah yang ada di sana, beliau juga termasuk salah satu tokoh ulama’ yang tersepuh yang masih ada di Jawa Timur. Begitu juga KH. Abdullah Faqih Langitan, beliau pun siap untuk hadir majelis di Monas insyaallah, usia pesantren beliau sudah lebih dari 160 tahun, dan cabangnya mencapai ribuan dan telah sampai ke Thailand, puluhan ribu kiyai alumni langitan, diantaranya almarhum K.H. Khalil Bangkalan sesepuh Madura, beliau juga adalah alumni pesantren langitan Tuban. Setelah saya menyampaikan tausiah ketika kunjungan saya ke Langitan, maka saya menyampaikan undangan acara di Monas dan beliau berkata bahwa beliau akan hadir majelis di Monas insya Allah, dan tadi beliau menghubungi dan berkata bahwa beliau akan berangkat 2 hari sebelum acara. Dan K.H Abdullah Mukhtar Sukabumi juga sudah konfirmasi untuk hadir, dan juga K.H Ma’ruf Amin juga akan hadir. Semoga acara akbar kita sukses, dan menjadi maulid terbesar di dunia dan membawa rahmah bagi bangsa kita, wilayah kita dan seluruh penjuru dunia, amin. Insyaallah rahasia keluhuran ini segera berpijar di wilayah-wilayah sekitar, isyaallah Kuala Lumpur segera fath, Banjarmasin, Denpasar dan wilayah-wilayah lainnya segera fath, amin allahumma amin.

Ayo, siapa lagi yang mau mendaftar untuk menjadi crew, karena kemungkinan ratusan atau bahkan ribuan bis yang akan hadir dari berbagai wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat menuju ke Monas karena para kiyai mereka akan hadir di sini. Dan acara ini insyaallah tidak akan berlangsung lama, kira-kira 1,5 atau 2 jam saja, maka sampaikan kepada teman-teman dan kerabat kita untuk datang jauh sebelum acara dimulai. Acara akan dimulai jam 07.30 atau jam 08.00, karena pengalaman tahun lalu yang semestinya jam 07.30 suasana masih adem, namun saat itu keadaan sudah panas seperti jam 12.00 siang, mungkin karena terlalu kencang doa kita sehingga jadinya kepanasan, kalau orang-orang pinggir bilang “pawangnya kelewatan”. Insyaallah acara ini sukses dan tidak akan turun hujan tetapi hujan rahmat, tidak pula panas matahari namun matahari pengampunan dan rahmat yang Allah terbitkan untuk kita.

Di tahun 2008 Lafadz Allah muncul di saat dzikir, semoga Allah subhanahu wata’ala munculkan di dalam sanubari kita, amin allahumnma amin. Kita berdoa semoga Allah menghapus seluruh dosa-dosa kita, seluruh wajah yang hadir di malam hari ini sekitar 50 ribu muslimin muslimat mengangkat tangan untuk memohon pengampunan-Mu ya Allah atas segala dosa dan kesalahan, dan Engkau benahi segala kekurangan dan kelemahan, maka kami titipkan segala dosa kami di samudera pengampunan-Mu, dan kami titipkan masa depan kami, sisa usia kami, sisa nafas kami, yang tidak kami ketahui berapa jumlah nafas yang tersisa, berapa jumlah hari kehidupan kami yang tersisa, maka kesemua itu kami titipkan hanya kepada-Mu ya Allah…

َقُوْلُوْا جَمِيْعًا

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.\

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Tidak lupa kita doakan ayahanda kita Al Habib Abdurrahman Al haddad, semoga dilimpahi rahmat dan keberkahan oleh Allah subhanahu wata’ala, kelak kembali ke Kuala Lumpur dengan segala pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala untuk menegakkan bendera fath di Malaysia khususnya di Kuala Lumpur dan sekitarnya, amin allahumma amin. Dan semua yang hadir para ulama’ dan habaib semoga dilimpahi rahmat dan keluhuran oleh Allah subhanahu wata’ala, amin allahumma amin. Selanjutnya qasidah “Muhammadun” kemudian doa penutup oleh Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas, tafaddhal masykuraa…

 

Sumber : http://www.majelisrasulullah.org

[+/-] Selengkapnya...

Category: 0 comments

Maulid Nabi Muhammad Rasulullah (4)

MUH Renovasi Ka’bah dan Pengambilan Keputusan

Dikala usia Nabi tiga puluh lima tahun, orang_orang Quraisy sepakat untuk merenovasi Ka’bah, karena Ka’bah itu berupa susunan batu_batu, lebih tinggi dari badan manusia, tepatnya sembilan hasta yang dibangun sejak masa Isma’il, tanpa ada atapnya, sehingga banyak pencuri yang suka mengambil barang_barang ber-harga yang tersimpan di dalamnya. Lima tahun sebelum kenabian, kota Makkah dilanda banjir besar hingga meluap ke Baitul Haram, sehingga sewaktu_waktu bisa membuat Ka’bah menjadi runtuh. Dan kondisi seperti itu membuat bangun-an Ka’bah semangkin rapuh dan dinding_dindingnya pun sudah pecah_pecah. Sementara itu, orang_orang Quraisy dihinggapi rasa bimbang antara merenovasi dan membiarkannya apa adanya. Namun akhirnya mereka sepakat untuk tidak memasukan bahan –bahan bangunannya kecuali yang baik-baik. Mereka tidak menerima masukan dari maskawin dari para pelacur, jual beli dengan sistem riba dan perampasan terhadap harta orang lain. Sekalipun begitu mereka merasa takut untuk merobohkannya. Akhirnya Al_Walid bin Mughirah Al_Makhzumy mengawali perobohan bangunan Ka’bah, lalu diikuti oleh semua orang, setelah tahu tidak ada sesuatu pun yang menimpa Al_Walid. Mereka terus bekerja merobohkan setiap bangunan Ka’bah, hingga sampai rukun Ibrahim. Setelah itu mereka siap membangunnya kembali.

Mereka membagi sudut-sudut kabbah dan mengkhususkan setiap kabilah dengan bagiannya sendiri-sandiri. Setiap kabilah mengumpulkan batu-batu yang baik dan mulai membangun. Yang bertugas menangani urusan pembangunan Kabbah ini adalah seorang arsitek berkebangsaan Romawi yang bernama Baqum – nama aslinya adalah Pachomius.

Takkala pembangunan sudah sampai dibagian Hajar Aswad, mereka saling berselisih tentang siapa yang berhak mendapat kehormatan meletakan Hajar Aswad itu di tempatnya semula. Perselisihan ini terus berlanjut selama 4 atau 5 hari, tanpa ada keputusan. Bahkan perselisihan itu semakin meruncing dan hampir saja menjurus kepada pertumpahan darah di Tanah suci. Abu Ummayyah bin Al_Mughiroh Al_Makhzumy tampil dan menawarkan jalan keluar dari perselisihan di antara mereka, dengan menyerahkan urusan ini kepada siapa pun yang pertama kali masuk lewat pintu masjid. Mereka menerima cara ini. Allah menghendaki orang yang berhak tersebut adalah Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala mengetahui hal ini,  mereka berbisik_bisik, “Inilah Al_Amin. Kami ridho kepadanya. Inilah dia Muhammad.”

Setelah mereka semua berkumpul di sekitar beliau dan mengabarkan apa yang harus beliau lakukan, maka beliau meminta sehelai selendang, lalu beliau meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah_tengah selendang, lalu meminta pemuka-pemuka kabilah yang saling berselisih untuk memegang ujung_ujung selendang, lalu memerintahkan mereka secara bersama_sama mengangkatnya. Setelah mendekati tempatnya, beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkan-nya di tempat semula. Ini merupakan cara pemecahan yang sangat jitu dan diri-dhai semua orang.

Orang-orang Quraisy kehabisan dana dari penghasilan yang baik. Maka mereka menyisahkan dibagian utara, kira_kira enam hasta, yang kemudian di sebut Al_Hijr atau Al Hathim. Mereka membuat pintunya lebih tinggi dari permukaan tanah agar tidak bisa di masuki kecuali oleh orang_orang yang memang ingin melewatinya. Setelah bangunan Ka’bah mencapai ketinggian lima belas hasta mereka memasang atap dengan di sanggah enam sendi.

Setelah jadi, Ka’bah itu berbentuk segi empat yang ketinggiannya kira_kira mencapai 15 meter, panjang sisinya di tempat Hajar Aswad dan sebaliknya adalah 10 X 10 meter. Hajar Aswad itu sendiri diletakan dengan ketinggian 1,5 meter dari permukaan pelataran untuk tawaf. Sisi yang ada pintunya dan sebaliknya setinggi 12 meter. Adapun pintunya setinggi 2 meter dari permukaan tanah. Di sekeliling luar Ka’bah ada pagar dari bagian bawah ruas_ruas bangunan, di bagian tengahnya dengan ketiggian ¼ meter dan lebarnya kira_ kira 1/3 meter. Pagar ini dinamakan Asy_Syadzarawan. Namun kemudian orang_ orang Quraisy meninggalkannya. [Lihat Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Ayyub Al_Humary, As_Sirah An_ Nabawiyah, (Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafah Al_Baby Al_Halaby wa Auladuhu, 1375 H), cet. 2, hal. 12/192-197; dan lihat juga kitab Shahih Al_Bukhary, bab. Fadhli Makkah wa Bunyaniha karya Muhammad bin Isma’il Al_Bukhari, hal. 1/215]

Daya Tarik Kepribadian Sebelum Nubuwah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghimpun sekian banyak kelebihan dari berbagai lapisan manusia selama pertumbuhan beliau. Beliau menjadi seorang sosok yang unggul dalam pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat sanjuangan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, pencarian sarana dan tujuan. Beliau lebih suka berdiam berlama_lama untuk mengamati, memusatkan pikiran dan menggali kebenaran. Dengan akalnya beliau mengamati keadaan negerinya. Dengan fitrohnya yang suci beliau mengamati lembaran_lembaran kehidupan, keadaan manusia dari berbagai golongan. Beliau merasa risih terhadap khurafat dan menghindarinya. Beliau berhubungan dengan manusia, dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dan keadaan mereka. Selagi mendapatkan yang baik, maka beliau bersekutu di dalamnya. Jika tidak, maka beliau lebih suka dengan kesendiriannya. Beliau tidak minum khamar, tidak mau makan daging hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala, tidak mau menghadiri upacara atau pertemuan untuk menyembah patung. Bahkan semenjak kecil beliau senantiasa menghindari jenis penyembahan yang bathil ini. Sehingga tidak ada sesuatu yang lebih beliau benci selain dari pada penyembahan kapada patung_patung ini, dan hampi_hampi beliau tidak sanggup menahan kesabaran tatkala mendengar sumpah yang disampaikan kepada Lata dan Uzza.

Ibnul Katsir meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginanku untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh orang_orang Jahiliyah kecuali hanya dua kali. Namun kemudia Allah Ta’ala menjadi penghalang antara diriku dengan keinginan itu. Setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikit pun hingga Allah Ta’ala memuliakan aku dengan risalah_Nya. Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang sedang menggembala kambing bersamaku di suatu bukit di Makkah: Tolong awasilah kambing_kambing gembalaanku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak mengobrol di sana seperti yang dilaku-kan para pemuda yang lain.”

Rekanku berkata, “Aku akan melaksanakannya.” Maka aku beranjak pergi. Di samping rumah pertama yang kulewati di Makkah, aku mendengar suara tabu-han rebana. Aku bertanya, “Ada apa ini?” Orang_orang menjawab, “Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah.”

Aku ikut duduk_duduk di sana dan mendengarkan. Namun Allah Ta’ala menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangun karena sengatan matahari besok harinya. Aku kembali m,enemui rekanku dan dia langsung menanyakan keadaanku. Maka aku mengabarkan apa yang terjadi. Pada malam lainnya aku berkata seperti itu pula dan berbuat hal yang sama. Namun lagi_lagi aku mengalami kejadian yang sama seperti malam sebelumnya. Maka setelah itu aku tidak lagi ingin berbuat hal yang buruk. [Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Al_Hakim. Namun hadits ini masih diperselisihkan, karena Imam Al_Hakim menshahihkannya dan Ibnu Katsir mendha’ifkannya. Lihat Isma’il bin Katsir Ad_Damasqy, Al_Bidayah wan Nihayah, (Mesir: Mathba’ah As_Sa’adah, 1932 M), hal. 2/287]

Imam Al_Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Tatkala Ka’bah sedang direnovasi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ikut bergabung bersama Abbas mengambil batu. Abbas berkata kepada beliau: Angkatlah jubahmu hingga di atas lutut agar engkau tidak terluka oleh batu. Namun karena itu beliau justru terjerembab ke tanah. Maka beliau menghujamkan pandangan ke langit, kemudian bersabda: Ini gara_gara jubahku, ini gara_gara jubahku. Lalu beliau mengikatkan jubahnya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau setelah itu tidak pernah terlihat beliau menampakkan auratnya.” [Lihat Al_Bukhari, Shahihul Bukhary, hal. 1/540]

Imam Muhammad bin Isma’il Al_Bukhari dalam kitabnya Shahihul Al_Bukhary menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menonjol di tengah kaumnya karena perkataan yang lemat lembut, akhlaqnya yang utama, sifat_ sifatnya yang mulia. Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya di tengah kaumnya, paling bagus akhlaqnya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya, hingga mereka menjulukinya Al_Amin, karena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat_sifat yang diridhai orang lain. Keadaan beliau juga digambarkan Ummul Mukminin, yaitu Khadijah binti Khuwalid radhiyallahu ‘anha, ‘Beliau membawa bebannya sendiri, memberi orang miskin, menjamu tamu, dan menolong siapa pun yang hendak menegakkan kebenaran’.” [Lihat Muhammad bin Isma’il Al_Bukhari, Shahihul Al_Bukhary, hal. 1/3]

[+/-] Selengkapnya...

Maulid Nabi Muhammad (3)

MUH_1 Perang Fijar

Pada waktu Nabi usia lima belas tahun, meletus Perang Fijar antara pihak Quraisy bersama Kinanah, berhadapan dengan pihak Qais Ailan. Komandan pasukan Qaraisy bersama Kinanah dipegang oleh Harb bin Umayyah, karena pertimbangan usia dan kedudukannya yang terpandang. Pada mulanya pihak Qais Ailan yang mendapat kemenangan. Namun kemudian beralih ke pihak Quraisy bersama Kinanah.

Dinamakan Perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram dan bulan_bulan suci. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ikut berga-bung dalam peperangan ini dengan cara mengumpulkan anak panah bagi paman_paman beliau untuk dilemparkan kembali ke pihak musuh. [Lihat Fu’ad Hamzah, Qalbu Jaziratil ‘Arab, (Mesir: Al_Mathba’ah As_Salafiyyah wa Maktabuha, 1923 M), hal. 260]

Hilful Fudhul

Pengaruh dari peperangan ini, maka diadakanlah Hilful Fudhul pada bulan Dzulqaidah pada bulan suci, yang melibatkan beberapa kabilah Quraisy, yaitu Bani Hasyim, Bani Al_Muththalib, Bani Asad bin Abdul Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab, dan Bani Taim bin Murrah. Mereka berkumpul di rumah Abdullah bin Jud’an At_Taimy karena pertimbangan umur dan kedudukannya yang terhormat. Mereka mengukuhkan perjanjian dan kesepakatan bahwa tidak seorang pun dari penduduk Makkah dan juga yang lainnya yang dibiarkan teraniaya. Siapa yang teraniaya, maka mereka sepakat untuk berdiri di sampingnya. Sedangkan terhadap siapa yang berbuar dzalim, maka kedzalimannya harus dibalaskan terhadap dirinya. Perjanjian ini juga dihadiri oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pernah mengikuti perjanji-an yang dikukuhkan di rumah Abdullah bin Jud’an, suatu perjanjian yang lebih aku sukai daripada keledai yang terbagus. Andaikata aku diundang untuk perjanjian itu semasa Islam, tentu aku akan memenuhuinya.”

Syaikh Shafiyyurrahman Al_Mubarakfury mengatakan bahwa ruh dari perjanjian itu adalah menghilangkan keberanian model Jahiliyah yang lebih banyak dibang-kitkan oleh rasa fanatisme. [Lihat Shafiyyurrahman Al_Mubarakfury Ar_Rahiqul Makhtum Bah-tsun fis Sirah An_Nabawiyah ‘Ala Shahibiha Afdhalish Shalati was Salam, hal. 82]

Mengembalakan Kambing

Pada masa awal remajanya Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mempu-nyai pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menggembala kambing di kalangan Bani Sa’d bin Bakr dan juga di Makkah dengan imbalan uang beberapa dinar. [Lihat Muhammad Al_Ghazaly, Fiqhus Sirah, (Mesir: Darul Al_Kitab Al_Araby, 1375 H / 1955 M), cet. 2, hal. 52]

Menikah dengan Khadijah

Pada usia dua puluh lima tahun, beliau pergi berdagang ke Syam untuk men-jalankan barang dagangan milik Khadijah. Ibnu Ishaq menuturkan bahwa Khadijah binti Khuwalid adalah seorang wanita pedagang, terpandang, dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang_orang untuk menjalankan barang dagangannya dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka, karena orang_orang Quraisy memiliki hobi berdagang. Tatkala Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan beliau, kredibilitas, dan kemuliaan akhlaq beliau, maka dia pun mengirim utusan dan menawarkan kepada beliau agar berangkat ke Syam untuk menjalankan barang dagangannya. Dia siap memberikan imbalan jauh lebih banyak dari imbalan yang pernah dia berikan kepada pedagang yang lain. Tetapi beliau harus pergi bersama seorang pembantu yang bernama Maisarah. Beliau menerima tawaran ini, maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan diserta Maisarah. . [Lihat Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Ayyub Al_Humary, As_Sirah An_ Nabawiyah, (Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafah Al_Baby Al_Halaby wa Auladuhu, 1375 H), cet. 2, hal. 1/187-188]

Setibanya di Makkah dan setelah Khadijah bin Khuwalid tahu bahwa keuntungan dagangannya yang melimpah, yang tidak pernah dilihatnya sebanyak itu sebelumnya, apalagi setelah pembantunya, yaitu Maisarah mengabarkan kepadanya apa yang dilihatnya pada diri beliau selama menyertainya, bagaimana sifat_sifat beliau yang mulia, kecerdikan dan kejujurannya, maka seakan_akan Khadijah binti Khuwalid mendapatkan barangnyanya yang pernah hilang dan sangat diharapkannya. Sebenarnya sudah banyak para pemuka dan pemimpin kaum yang hendak menikahinya, tetapi dia tidak mau. Tiba_tiba saja dia teringat seorang rekannya, yaitu Nafisah binti Munyah. Dia meminta agar rekannya ini menemui beliau dan membuka jalan agar mau menikah dengan Khadijah binti Khuwalid. Ternyata beliau menerima tawaran itu, lalu beliau menemui paman_ pamannya. Kemudian paman_paman beliau menemui paman Khadijah binti Khuwalid untuk mengajukan lamaran. Setelah semuanya dianggap beres, maka pernikahan siap dilaksanakan. Adapun yang ikut hadir dalam pelaksanaan akad nikah adalah Bani Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar. Hal ini terjadi dua bulan sepulang beliau dari Syam. Maskawin beliau adalah dua puluh ekor unta muda. Usia Khadijah binti Khuwalid sendiri adalah empat puluh tahun, yang pada masa itu dia merupakan wanita yang paling terpandang, cantik, pandai, dan kaya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak pernah menikahi wanita lain hingga Khadijah binti Khuwalid meninggal dunia.

Putra_putri beliau – selain Ibrahim dilahirkan dari Maria Al_Qibthiyah – dilahirkan dari Khadijah binti Khuwalid adalah Al_Qasim – dengan nama ini beliau dijuluki Abul Qasim –, Abdullah – dia dijuluki Ath_Thayyib dan Ath_Thahir –, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan  Fatimah. Semua putra beliau meninggal dunia selagi kecil. Sedangkan semua putri beliau sempat menjumpai Islam, dan mereka memeluk Islam serta ikut hijrah. Hanya saja mereka semua meninggal dunia selagi beliau masih hidup, kecuali Fatimah. Dia meningga dunia selang enam bulan sepeninggalan beliau, untuk bersua dengan beliau.

Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani mengatakan bahwa ada sedikit perbedaan di antara beberapa kitab referensi tentang hal di atas. Tetapi yang kami tulis di sini adalah pendapat yang paling kuat. [Lihat Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al_Asqalany, Fathul Bari, (Kairo: Al_Mathba’ah As_Salafiyah wa Maktabuha, tt), hal. 7/507]

Berlanjut ...........................

[+/-] Selengkapnya...

Maulid Nabi Muhammad (2)

Muhammad. Kembali ke Pangkuan Ibunda Tercinta

Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu, maka Halimah As_Sa’diyah merasa khawatir terhadap keselamatan beliau, sehingga dia mengembalikannya kepada ibunya. Kemudian beliau hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur enam tahun.

Beberapa waktu kemudian Aminah binti Wahb merasa perlu untuk mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara mengunjungi kuburannya di Yatsrib Madinah. Maka dia pergi dari Makkah menempuh perjalanan sejauh 500 KM, bersama putranya yang yatim, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, disertai pembantu wanitanya, yaitu Ummu Aiman. Setelah menetap selama satu bulan di Madinah, maka Aminah binti Wahb dan rombongannya siap_siap untuk kembali ke Makkah. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yang terletak di antara Makkah dan Madinah. . [Lihat Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Ayyub Al_Humary, As_Sirah An_Nabawiyah, (Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafah Al_Baby Al_Halaby wa Auladuhu, 1375 H), cet. 2, hal. 1/168; dan lihat juga kitab Talliqihu Fuhumi Ahli Atsar karya Abul Fajar Abdurrahman bin Al-Jauzy, hal. 8]

Kembali ke Kakeknya yang Penuh Kasih Sayang

Kemudian beliau kembali ke tempat kakeknya, yaitu Abdul Muththalib di Makkah. Perasaan kasih sayang di dalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semangkin terpupk, karena cucunya harus menghadapi cobaan baru di atas luka yang lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang yang tidak pernah dirasakannya sekali pun terhadap anak_anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya dari pada anak_ anaknya.

Ibnu Hisyam dalam kitab As_Sirah An_Nabawiyah berkata, “Ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah untuk Abdul Muththalib. Sedangkan kerabat_ kerabatnya biasa duduk di sekeliling dipan itu hingga Abdul Muththalib ke luar ke sana, dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang berani duduk di dipan itu sebagai penghormatan terhadap dirinya. Suatu hari selagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi anak kecil yang montok, beliau duduk di atas dipan itu, maka paman_paman beliau langsung memegang dan menahan agar tidak duduk di atas dipan itu. Tatkala Abdul Muththalib melihat kejadian ini, dia berkata: Biarkan anakku ini. Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung. Kemudian Abdul Muththalib duduk bersama beliau di atas dipannya sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apa pun yang beliau lakukan.”

Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kakeknya meninggal dunia di Makkah. Sebelum meninggal, Abdul Muththalib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, yaitu Abu Thalib, saudara kandung bapak beliau. . [Lihat Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Ayyub Al_Humary, As_Sirah An_ Nabawiyah, (Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafah Al_Baby Al_Halaby wa Auladuhu, 1375 H), cet. 2, hal. 1/169; dan lihat juga kitab Talliqihu Fuhumi Ahli Atsar karya Abul Fajar Abdurrahman bin Al-Jauzy, hal. 7]

Meminta Hujan dengan Wajah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ibnu Asakir mentakhrij (meneliti) dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di Makkah, orang_orang sedang dilanda musim paceklik. Orang_orang Quraisy berkata: Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah kita berdoa meminta hujan.” Maka Abu Thalib keluar bersama anak kecil, yang seolah_olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan pelan_pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia memegang anak kecil itu dan menempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah. Jari_jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya bersih, tiba_tiba saja mendung datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras, hingga lembah_ lembah terairi dan ladang_ladang menjadi subur. Abu Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya,

“ Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya

Penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.”

[Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab An_Najdy, Mukhtashar Siratir Rasul, hal. 15-16]

Bahira Sang Rahib

Ketika usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai dua belas tahun – ada yang berpendapat lebih dari dua bulan sepuluh hari – Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, yaitu suatu daerah yang sudah termasuk Syam yang merupakan ibukota Hauran, yang juga merupakan ibukotanya orang_orang Arab, walaupun di bawah kekuasaan Bangsa Romawi. Di negeri ini ada seorang rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira – yang nama aslinya adalah Jurjis –.  Tatkala rombongan singgah di daerah ini,

maka sang rahib menghampiri mereka dan mempersilahkan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelumnya rahib tersebut tidak pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sifat_sifat beliau. Sambil memegang tangan beliau, sang rahib berkata, “Orang ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

Abu Thalib bertanya, “Dari mana engkau tahu hal itu?”

Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tidak ada bebatuan dan pepohonan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di dalam kitab kami.”

Kemudian sang rahib meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam, karena dia takut gangguan dari pihak orang_orang Yahudi. Maka Abu Thalib mengirim beliau bersama beberapa pemuda agar kembali lagi ke Makkah.

Disebutkan di dalam kitab At_Tirmidzi dan lain_lainnya bahwa Abu Thalib juga mengutus Bilal bersama beliau. Maka Ibnul Qayyim Al_Jauziyah berkata, “Hal ini merupakan kesalahan yang amat mencolok, karena boleh jadi saat itu Bilal belum lahir. Kalaupun sudah lahir, maka tidak bakalan dia bergabung bersama Abu Thalib atau pun Abu Bakar.” [Lihat Syamsudin Abu Abdullah Muhammad bin Bakr bin Ayyub, yang dikenal dengan nama Ibnul Qayyim Al_Jauziyah, Zadul Ma’ad, hal. 1/17]

berlanjut ..............................

[+/-] Selengkapnya...

Maulid Nabi Muhammad (1)

Lafadz16

Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan ditengah keluarga Bani Hasyim di Makkah pada hari senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, permulaan tahun dari peristiwa gajah, dan empat puluh tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan tanggan 20 atau 22 April tahun 571 M, berdasarkan penelitian ulama terkenal, yaitu Muhammad Sulaiman Al_Manshurfury dan peneliti astronomi, yaitu Mahmud Basya. [Lihat Syaikh Muhammad Al_Khadry, Muhadharat Tarikhil Umam Al_Islamiyyah, (Mesir: Al_Maktabah At_Tijariyyah Al-Kubra, 1382 H), cet. 8, hal. 1/62. ada beberapa perbedaan tentang penentuan tanggal bulan April, karena adanya perbedaan dalam kalender Masehi]

Ibnu Sa’d meriwayatkan bahwa ibu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Setelah bayiku keluar, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku, menyinari istana_istana di Syam.” Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Al_Arbadh bin Sariyah, yang isinya serupa dengan riwayat di atas. [Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab An_Najdy, Mukhtashar Siratir Rasul, hal. 12]

Diriwayatkan juga bahwa ada beberapa bukti pendukung kerasulan, bertepatan dengan saat kelahiran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu runtuhnya 10 balkon istana Kisra, dan padamnya api yang biasa disembah orang_orang Majusi serta runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhairah setelah gereja_gereja itu ambles ke tanah. Hal ini diriwayatkan oleh Al_Baihaqi, sekalipun Muhammad Al_Ghazaly tidak mengakuinya. [Lihat Muhammad Al_Ghazaly, Fiqhus Sirah, (Mesir: Darul Al_Kitab Al_Araby, 1375 H / 1955 M), cet. 2, hal. 46]

Setelah Aminah melahirkan, dia mengirim utusan ke tempat kakeknya, yaitu Abdul Muththalib untuk menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran cucunya Maka Abdul Muththalib datang dengan perasaan suka cita, lalu membawa beliau ke dalam Ka’bah, seraya berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada_Nya. Dia memilih nama Muhammad bagi beliau. Nama ini belum pernah dikenal di kalangan Arab. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dikhitan pada hari ke tujuh, seperti yang biasa dilakukan orang_orang Arab. Tetapi ada juga yang berpen-dapat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan. . [Lihat Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Ayyub Al_Humary, As_Sirah An_Nabawiyah, (Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafah Al_Baby Al_Halaby wa Auladuhu, 1375 H), cet. 2, hal. 1/159; dan lihat juga kitab Talliqihu Fuhumi Ahli Atsar karya Abul Fajar Abdurrahman bin Al-Jauzy, hal. 4]

Ibnul Qayyim Al_Jauziyah berkata, “Tidak ada hadits yang kuat mengenai hal ini.” [Lihat Syamsudin Abu Abdullah Muhammad bin Bakr bin Ayyub, yang dikenal dengan nama Ibnul Qayyim Al_Jauziyah, Zadul Ma’ad, hal. 1/18]

Wanita yang pertama kali menyusui beliau setelah ibundanya adalah Tsuwaibah – dia adalah seorang hamba sahaya Abu Lahab – yang kebetulan sedang menyusui anaknya yang bernama Masruh, yang sebelumnya wanita ini juga menyusui Hamzah bin Abdul Muththalib. Setelah itu dia menyusui Abu Salamah bin Abdul Asad Al_Makhzumy.

Di Tengah Bani Sa’d bin Bakr

Tradisi yang berjalan di kangan Bangsa Arab yang relatif sudah maju, mereka mencari wanita_wanita yang bisa menyusui anak_anaknya sebagai langkah untuk menjauhkan anak_anak mereka dari penyakit yang biasa menjalar di daerah yang sudah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat, otot_otonya kekar dan agar keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab. Maka Abdul Muththalib mencari para wanita yang bisa menyusui beliau. Dia meminta kepada seorang wanita dari bani Sa’d bin Bakr agar menyusui beliau, yaitu Halimah binti Abu Dzu’aib, dengan didampingi suaminya, yaitu Al_Hartits bin Abdul Uzza yang berjulukan Abu Kabsyah dari kabilah yang sama.

Paman beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Hamzah bin Abdul Muththalib juga disusui di Bani Sa’d bin Bakr. Suatu hari ibu susuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menyusui Hamzah bin Abdul Muththalib selagi beliau masih dalam susuannya. Dengan demikian, Hamzah bin Abdul Muththalib adalah saudara sesusuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari dua pihak, yaitu dari Tsuwaibah dan dari Halimah As_Sa’diyah.

Halimah As_Sa’diyah bisa merasakan barakah yang diwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga bisa mengundang decak kekaguman. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq bahwa Halimah As_Sa’diyah pernah berkisah, “Suatu kali dia pergi dari negerinya bersama suami dan anak yang disusuinya, serta bersama beberapa wanita dari Bani Sa’d bin Bakr. Tujuan mereka adalah mencari anak yang bisa disusui. Dia berkata: itu terjadi pada masa paceklik, tidak banyak kekayaan yang tersisa. Aku pergi sambi naik keledai betina berwarna putih milik kami dan seekor unta yang sudah tua dan tidak bisa diambil air susunya lagi walau setetes pun. Sepanjang malam kami tidak pernah tidur, karena harus meninabobokan bayi kami yang terus menerus menangis karena kelaparan. Air susuku juga tidak bisa diharapkan, sekalipun kami tetap masih mengharapkan adanya uluran tangan dan jalan keluar. Aku pun pergi sambil menunggang keledai betina milik kami dan hampir tidak pernah turun dari punggungnya, sehingga keledai itu pun semangkin lemah kondisinya. Akhirnya kami serombongan tiba di Makkah dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui. Setiap wanita dari rombongan kami yang ditawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti menolaknya, setelah tahu bahwa beliau adalah anak yatim. Tidak mengherankan, karena kami memang mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak bayi yang hendak kami susui. Kami semua berkata: Dia adalah anak yatim. Tidak ada pilihan bagi ibu dan kakek beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena kami tidak menyukai keadaan seperti itu. Setiap wanita dari rombongan kami sudah mendapatkan bayi yang disusuinya,  kecuali aku sendiri. Tatkala kami sudah siap_siap untuk kembali, aku berkata kepada suamiku: Demi Allah, aku tidak ingin kembali bersama teman_temanku wanita tanpa membawa seorang bayi yang kususui. Dermi Allah, aku benar-benar akan mendatangi anak yatim itu dan membawanya.”

Halimah As_Sa’diyah melanjutkan penuturannya, “Maka aku pun pergi menemui bayi itu (beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan aku siap membawanya. Tatkala menggendongnya seakan_akan aku tidak merasa repot karena mendapat beban yang lain. Aku segera kembali menghampiri hewan tungganganku, dan tatkala puting susuku kusodorkan kepadanya, bayi itu bisa menyedot air susu sesukanya dan meminumnya hingga kenyang. Anak kandungku sendiri juga bisa menyedot air susu sepuasnya hingga kenyang, setelah itu keduannya tertidur pulas. Padahal sebelum itu kami tidak pernah tidur sepicing pun karena mengurus bayi kami. Kemudian suamiku menghampiri untanya yang sudah tua, ternyata air susunya menjadi penuh, maka kami memerahnya. Suamiku bisa minum air susu unta kami, begitu pula aku, hingga kami benar_benar kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa paling indah bagi kami.”

Pada besok harinya suamiku berkata kepadaku, “Demi Allah, tahukah engkau wahai Halimah, engkau telah mengambil satu jiwa yang penuh barakah.” Halimah As_Sa’diyah pun berkata, “Demi Allah, aku pun berharap yang demikian itu.”

Halimah As_Sa’diyah melanjutkan penuturannya, “Kemudian kami pun siap_siap pergi dan aku menunggang keledaiku. Semua bawaan kami juga kunaikkan ber-samaku di atas punggungnya. Demi Alalh, setelah kami menempuh perjalanan sekian jauh, tentulah keledai_keledai mereka tidak akan mampu membawa beban seperti yang aku bebankan di atas pungggung keledaiku. Sehingga rekan-rekanku berkata kepadaku: Wahai putri Abu Dzu’aib, celaka engkau! Tunggulah kami! Bukankah ini adalah keledaimu yang pernah engkau bawa bersama kita dulu?” Halimah As_Sa’diyah berkata, “Demi Allah, begitulah. Ini adalah keledaiku dulu.” Mereka berkata, “Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa.”

Kami pun tiba di tempat tinggal kami di daerah Bani Sa’d bin Bakr, aku tidak pernah melihat sepetak tanah pun milik kami yang lebih subur saat itu. Domba_ domba kami datang menyongsong kedatangan kami dalam keadaan kenyang dan air susunya juga berisi penuh, sehingga kami bisa memerahnya dan meminumnya. Sementara setiap orang yang memerah air susu hewannya sama sekali tidak mengeluarkan air susu walau setetes pun dan kelenjar susunya juga kempes. Sehingga mereka berkata garang kepada para penggembalanya, “Celakalah kalian! Lepaskanlah hewan gembalaannya kalian seperti yang dilakukan oleh gembala putri Abu Dzu’aib.” Namun domba_domba mereka pulang ke rumah tetap dalam keadaan lapar dan tidak ada setetes pun mengeluarkan air susu. Sementara domba_dombaku pulang dalam keadaan kenyang dan kelenjar susunya berisi penuh. Kami senantiasa mendapatkan tambahan barakah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui anak susuan kami. Lalu kami menyapihnya. Dia tumbuh dengan baik, tidak seperti bayi_bayi yang lain. Bahkan sebelum usia dua tahun pun dia sudah tumbuh pesat.

Kemudian kami membawanya kepada ibunya, meskipun kami masih berharap agar anak itu tetap berada di tengah_tengah kami, karena kami bisa merasakan barakahnya. Maka kami menyampaikan niat ini kepada ibunya. Aku berkata kepadanya, “Andaikan saja engkau sudi membiarkan anakmu  ini tetap bersama kami hingga menjadi besar, karena aku khawatir dia terserang penyakit yang biasa menjalar di Makkah.” Kami terus_menerus merayu ibunya agar dia berke-nan mengembalikan anak itu tinggal bersama kami.

Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di tengah_tengah Bani Sa’d bin Bakr, hingga tatkala beliau berumur empat atau lima tahun terjadi peristiwa pembelahan dada beliau. Ini adalah pendapat mayoritas pakar sejarah. Tetapi menurut riwayat Ibnu Ishaq bahwa peristiwa itu terjadi pada usia tiga tahun. [Lihat Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Ayyub Al_Humary, As_Sirah An_Nabawiyah, (Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafah Al_Baby Al_Halaby wa Auladuhu, 1375 H), cet. 2, hal. 1/164-165]

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi Malaikat Jiblril, yang saat itu beliau sedang bermain_main dengan beberapa anak kecil lainnya. Malaikat Jibril memegang beliau dan menelentangkannya, lalu membelah dada dan mengeluarkan hati beliau dan mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau, seraya berkata, “Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu.” Lalu Malaikat Jibril mencucinya di sebuah baskom dari emas dengan menggunakan air Zamzam, kemudian menata dan memasukkannya ke tempatnya semula. Anak_anak kecil lainnya berlarian mencari ibu susunya dan berkata, “Muhammad telah dibunuh !!!” Mereka pun datang menghampiri beliau yang wajahnya semangkin berseri. [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim]

Berlanjut ........................

[+/-] Selengkapnya...